Saya pikir setelah melalui jalan panjang menuju SK PNS, saya tidak perlu lagi mengikuti kegiatan fisik seperti Diklat Teknis Umum ataupun capacity building. Pengalaman Diklat Teknis Umum (DTU) di Ciampea pada akhir September 2015 lalu cukup membuat saya kenyang berurusan dengan Kopassus. Indah untuk dikenang, tidak untuk diulang. Enam hari dijemur dan digulung di lapangan berdebu pada siang yang terik sukses membuat kulit saya gosong hingga ke seluruh bagian. Bahkan sunblock yang berhasil diselundupkan ke dalam tas mukena pun tak sanggup menolong kulit wajah dan badan dari efek paparan sinar UV yang jahat kala itu. Butuh waktu cukup lama untuk memulihkannya, biayanya pun tak sedikit. Haruskah saya mengulangnya kembali setelah saya resmi menyandang status sebagai pegawai? It's a big no, I beg you. Setiap mendengar frase capacity building, pikiran saya langsung terbayang muka-muka sangar dan usil para Kopassus yang sering mengerjai kami saat diklat. Namun, saya batalkan semua bayangan buruk itu setelah saya menjalani Capacity Building yang satu ini. Saya justru ingin mengulangnya. Kenapa bisa begitu? Let me tell you after giving you this one.
|
Capacity Building STAN 2013 (blogspot.com) |
Capacity Building sendiri sebenarnya merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas Sumber Daya Manusia, kemampuan institusi, dan kemampuan sistem organisasi itu sendiri. Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat penyesuaian individu-individu dan organisasi dalam menghadapi perubahan. Capacity Building dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan pelatihan. Entah mengapa istilah ini akhirnya menjadi identik dengan kegiatan fisik bersama Kopassus terutama bagi sebagian besar anak STAN. Kebetulan sekali, angkatan saya merupakan angkatan yang beruntung karena kena skip lantaran tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Sementara kakak kelas maupun adik kelas saya rutin mendapatkannya. Setidaknya itulah yang saya ketahui melalui adik saya yang saat ini tengah menjalani kuliah di sana.
|
Persiapan keberangkatan |
Sekitar akhir Mei 2016 lalu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengeluarkan edaran mengenai pelaksanaan Capacity Building di internal instansi. Kegiatan ini disambut dengan suka cita oleh sebagian besar pegawai. Setelah bekerja secara klarikal di belakang meja selama lima hari dalam seminggu, saatnya pegawai perbendaharaan turun ke lapangan untuk mendapatkan pelatihan secara fisik melalui kegiatan outbond. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kekompakan di antara pegawai, menambah kemampuan team work, dan mengurangi gap antara atasan dengan bawahan. Kegiatan Capacity Building di wilayah Kalimantan Selatan sendiri digagas dengan menggabungkan seluruh kantor vertikal perbendaharaan dalam satu wadah kegiatan diantaranya KPPN Banjarmasin, KPPN Barabai, KPPN Pelaihari, KPPN Tanjung, dan KPPN Kotabaru. Hal ini bertujuan untuk menjalin silaturahmi antarkantor agar ke depannya dapat lebih memudahkan proses koordinasi.
|
Bamboo rafting |
Beberapa alternatif tempat yang sempat muncul dalam pembahasan rapat di antaranya adalah Tahura, Pantai Angsana, dan Loksado. Setelah melalui musyawarah mufakat dengan berbagai pertimbangan, akhirnya ditetapkanlah Loksado sebagai pilihan tempat untuk kegiatan Capacity Building. Kegiatan ini dilakukan selama dua hari satu malam dengan jadwal pada hari pertama adalah kegiatan bamboo rafting, pembangunan karakter melalui kegiatan malam keakraban yang diisi dengan penyampaian materi dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, serta dilanjutkan dengan outbond di hari terakhir. Kami berangkat pada hari Sabtu, 28 Mei 2016 pukul 07.30 WITA dari kantor dengan armada sejumlah dua rombongan bus menuju Loksado.
Tepat pukul 13.00 WITA, kami tiba di Base Camp Amandit di tepian Sungai Amandit, Loksado untuk menunaikan ibadah sholat dan makan siang. Kegiatan dilanjutkan dengan bamboo rafting menyusuri Sungai Amandit selama kurang lebih dua setengah jam. Sesuai dengan namanya, bamboo rafting merupakan kegiatan rafting dengan menggunakan rakit yang berupa beberapa batang bambu yang dirangkai menjadi satu. Di luar dugaan, kegiatan yang mirip susur sungai ini ternyata sangat menyenangkan. Selama kurang lebih dua setengah jam kami disuguhi pemandangan alam pinggiran sungai yang masih sangat alami, air sungai yang masih sangat jernih, kehidupan masyarakat suku Dayak di sekitar sungai, serta segarnya udara di sana. Rasanya seakan tidak ingin menepi. Arus Sungai Amandit termasuk tenang saat itu, hanya di beberapa bagian yang sempat membuat adrenalin terpacu. Satu rakit hanya diisi dengan maksimal tiga orang penumpang serta satu orang tukang rakit. Saya sempat iseng mencoba untuk ikut mendayung menggunakan galah bambu, ternyata tidak segampang yang terlihat. Galahnya harus kuat melawan arus sungai. Sungainya memang tenang namun debit airnya tinggi.
|
Malam Keakraban |
Setiap bertemu rombongan rakit lain, kami saling mencipratkan air ke sesama penumpang untuk menambah serunya rafting. Banyak pegawai yang memutuskan untuk menceburkan diri ke sungai. Menikmati segarnya air Sungai Amandit. Tukang rakit selalu memberi kode manakala kondisi kedalaman air sungai cocok untuk dipakai berenang. Sayang sekali, saya tidak cukup berani untuk menceburkan diri. Saya baru sekali mencebur saja langsung panik naik. Ternyata nyali saya ciut sekali, pemirsah. I have no gut to enjoy the river. Sungai Amandit ini seakan mengingatkan saya pada Sungai Amazon di Brazil sana, meskipun lebar dan panjangnya sangat jauh berbeda. Tentu saja saya memang belum pernah tahu bagaimana Sungai Amazon sesungguhnya, hanya dari gambar atau video saja. Ada kengerian tersendiri kalau mengingat cuplikan film Anaconda yang kabarnya berlokasi syuting di Kalimantan. Semua gambaran itu dibantah oleh orang setempat. Sungai Amandit aman dari segala macam binatang berbahaya. Setelah tiba di hilir sungai, kami semua diberangkatkan kembali ke base camp lokasi outbond dengan menggunakan mobil pick up. Sementara rakit-rakit yang kami naiki akan segera diangkut kembali ke hulu menggunakan ojek motor. Ah, rasanya singkat sekali dua setengah jam itu. Sayangnya saya tidak ada keinginan untuk kembali ke sana mengingat jarak tempuhnya sekitar lima jam perjalanan darat dari Banjarmasin Kota.
|
Pembagian Hadiah |
Sekembalinya ke base camp outbond, kami melanjutkan perjalanan ke penginapan. Setelah membersihkan diri dan menata barang, malamnya kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi dari BPPK pusat. Kegiatan ini sekaligus malam keakraban yang diselingi dengan permainan-permainan maupun pembagian hadiah. Meriahnya acara ini karena seluruh anggota berkumpul dari seluruh KPPN dan terlibat dalam keseruan bersenda gurau. Kegiatan ini berakhir sebelum tengah malam. Kami kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
|
Outbond |
Catching sunrise. Itulah tujuan kami bangun pagi pada keesokan harinya. Kabarnya sunrise di sana sangat indah. Namun sayang sekali karena dinginnya udara di sana membuat sebagian besar pegawai lebih memilih menghabiskan pagi di dalam kamar. Begitu pun dengan saya. Hanya beberapa orang saja yang bahkan juga menyempatkan diri berendam di sungai. Meskipun gagal mendapatkan matahari terbit, saya dan pegawai lain tetap mendapatkan kesempatan hunting foto sebanyak mungkin. Pemandangan di sekitar penginapan sangat sayang untuk dilewatkan oleh bidikan kamera. Setelah jam sarapan berakhir, kami mengikuti kegiatan outbond yang dipandu oleh pelatih dari kantor pusat. Kegiatan outbond ini jujur saja kocak sekali. Saya tidak tahu apakah karena pelatihnya yang bagus dalam memandu kegiatan, kaminya yang memang sangat antusias, atau permainannya yang memang seru. Kami sampai lupa dengan gap di kantor, tidak peduli bahwa ada eselon tiga dan empat yang turut serta dalam permainan, kami dapat menikmati permainan bersama. Tertawa lepas membuang sejenak beban pekerjaan di kantor dan merecharge semangat untuk bekerja keesokan harinya.
|
Foto bersama |
Saya mendapatkan banyak kawan baru dari KPPN lain sekaligus reuni dengan kawan-kawan STAN angkatan 2010 yang tersebar di Banjarmasin, Tanjung, Pelaihari, hingga Kotabaru. Siangnya kami kembali ke kota masing-masing untuk melanjutkan pekerjaan seperti hari biasa. Banyak sekali oleh-oleh cerita yang saya dapatkan dari sana. Terima kasih untuk dua hari yang sangat berharga ini, Loksado. Andai saja jarak tempuhnya tidak sejauh itu, mungkin saya akan kembali kesana. Menyapa kembali Sungai Amandit sepuas hati saya hingga saya bosan. Sekarang kalian tahu mengapa saya batalkan angan buruk saya tentang capacity building. Meskipun lelah, kegiatan ini benar-benar berhasil membuat mood bekerja kembali ke level puncak.
Banjarmasin, 28 September 2016
Ditulis selepas GKM e-SPM
0 komentar:
Post a Comment