, ,

Mampir Sejenak ke Kota Pahlawan

Mengingat kembali masa-masa galau menunggu surat keputusan mutasi ikut suami membuatku jadi teringat pengalaman liburan ke Surabaya sekitar dua bulan yang lalu, tepatnya tanggal 11 s.d. 14 Mei 2017. Saat itu, aku dan suami sempat kebingungan dalam merencanakan agenda pertemuan kami berikutnya. Long Distance Marriage membuat kami punya kesepakatan jadwal berlibur bersama setiap sebulan sekali. Namun, berdasarkan banyak pertimbangan, rencana berlibur bulan berikutnya tersebut sempat kami pikir ulang. Sebagai istri sekaligus menteri keuangan dalam rumah tangga, aku menyarankan suami untuk menunggu SK turun saja daripada harus merencanakan pertemuan lagi. Hal ini karena menurutku, biaya yang kami keluarkan setiap kali bertemu tidaklah sedikit. Terlebih lagi, aku sudah mengajukan permintaan ikut suami melalui jalur cepat Surat Tugas Titipan. 
Sesaat sebelum berangkat ke Surabaya
Sempat optimis bisa bertemu dalam satu bulan ke depan, membuatku dan suami tidak jadi merencanakan liburan bersama di bulan berikutnya. Namun ya, manusia hanya bisa berencana, Tuhanlah penentunya. Hampir dua bulan suratku masih belum mendapat jawaban yang memuaskan, rasanya seperti ingin uringan-uringan sendiri. Dulu saat masih pacaran, baik aku maupun suami tidak bertemu selama 5 bulan juga tidak jadi masalah. Nah, setelah menikah, rasanya jauh berbeda ternyata. Kami merasakannya sendiri. Long Distance Marriage itu gak enak. Titik. Akhirnya, suami menyuruhku untuk booking tiket liburan ke Surabaya saja. Nah, marilah kita lupakan sejenak kegalauan di Banjarmasin. Let's make an itinerary!

Sebenarnya rencana liburan ke Surabaya ini sudah kami rencanakan sebelumnya. Tepatnya setelah pulang berlibur dari Bali. Kami butuh menjelajahi tempat baru agar tidak bosan. Dipilihlah Surabaya karena letaknya yang sangat strategis bila dijangkau dari Banjarmasin dan Waingapu. Semacam titik tengah pertemuan, meski ya tidak di tengah-tengah banget juga sebenarnya. Bicara tentang liburan di Surabaya, kalau kata temenku, agendanya yang paling banyak tentunya adalah wisata kuliner. Googling sana-sini mencari tahu tentang tempat wisata apa saja yang bisa dieksplorasi di Surabaya, dan kami pun memilih beberapa tempat yang cukup direkomendasikan. Here check this out.

Tentang Bandara Juanda 
Aku tiba di Bandara Juanda, Surabaya sekitar pukul 18.50 WIB dengan masih mengenakan seragam capacity building. Keringat dan bau matahari sisa-sisa kegiatan sore di Markas Rindam ku bawa serta ke Surabaya. Easy, I have told my husband for this case and he's fine with that. Sesampai di sana, aku masih harus menunggu kedatangan pesawat yang membawa suamiku dari Denpasar. Sekitar pukul 20.00 WIB, kami bertemu dan melanjutkan perjalanan menuju hotel. Untuk transportasi, kami memilih menggunakan grabcar saja biar lebih praktis. Ohya penting untuk selalu diingat, seperti halnya di kota-kota lain, konflik transportasi online dan konvensional di Surabaya ini juga bisa dibilang cukup sering terjadi. Untuk itu, hati-hati saat memesan grabcar atau taksi online lainnya, terutama di sekitar bandara. Pastikan kita tidak terlalu memperlihatkan sikap seakan sedang menunggu grabcar. Kalau lagi sial atau ketahuan, kasihan sopir grabnya bisa kenapa-kenapa.

Tentang Hotel di Surabaya
Saat berlibur, salah satu hal yang paling sering bikin galau adalah pilihan hotel tempat tinggal. Karena kalau sampai salah pilih, rasanya akan sangat tidak nyaman sekali liburannya. Selama berlibur, selain butuh asupan makanan enak, badan juga butuh tempat yang nyaman untuk berbaring di malam hari. Untuk urusan hotel, biasanya suami menyerahkan sepenuhnya padaku. Seperti biasa, aku memesannya lewat aplikasi Traveloka. Kali ini, aku memilih salah satu hotel franchise dari Citihub yang menurut reviu di beberapa web termasuk murah dan bersih. Aku pilih di daerah Pecindilan, Hotel Citihub Pecindilan. Daerah ini  dekat dengan wilayah Surabaya bagian utara, dimana tempat wisata utama yang ingin kami kunjungi, letaknya sangat terjangkau dari hotel. Bangunan hotelnya bernuansa minimalis dengan ukuran yang tidak begitu besar namun cukup terlihat dari jalan utama. Jalan depan hotel cukup macet pada siang hingga sore karena menjadi lalu lintas utama bagi orang-orang yang hendak pergi ke ITC. Hotel ini menyediakan minimarket di bagian lobi, tempat para pengunjung mencari kebutuhan sehari-hari. Mengapa demikian? Menurut reviu orang-orang yang pernah menginap di sana, toiletris memang tidak disediakan oleh pihak hotel. Semuanya terpisah dari harga sewa kamar. Aneh ya? Iya, aku juga sempat ragu-ragu saat hendak memesan kamar di hotel ini. Pada dasarnya aku juga biasanya membawa toiletris dan handuk sendiri sih karena tidak begitu suka dengan toiletris hotel yang biasanya terasa lengket di badan. Makanya tidak jadi masalah kalaupun tidak tersedia. 

Sekilas kamar hotel
Saat check in, aku sempat kesal dengan pihak hotel karena tidak mencantumkan informasi yang lengkap pada web. Kami memesan standard room with breakfast, namun resepsionis mengatakan bahwa kupon sarapan hanya berlaku untuk satu orang saja. Kagetlah aku, like what? Kami pesan kamar untuk dua orang, bagaimana bisa sarapannya hanya tersedia untuk satu orang. Pihak hotel menjelaskan bahwa sistem penyediaan menu sarapan di hotel bukanlah prasmanan. Namun dibuat selayaknya kafe atau restoran. Yakni, memesan satu jenis makanan dan minuman saja dengan maksimal harga Rp40.000,00. Pengalaman pertama banget nih dapat aturan seperti ini, tentu saja aku sempat mempertanyakan. Meski begitu, aku sangat puas dengan kondisi kamarnya. Bersih dan terawat meskipun tidak begitu luas. Ohya, kami bahkan tetap mendapat toiletris dan handuk gratis untuk dua orang. Padahal secara aturan hotel, toiletris dan handuk terpisah dengan harga sewa kamar. Untuk sarapannya, I do like Nasi Bakar Ayam Taliwang and a cup of hot chocolate. Asli enak banget untuk ukuran harga Rp40.000,00 saja.
Nasi Bakar Ayam Taliwang dan Coklat Panas
Shalat Jumat di Masjid Cheng Ho, Surabaya
Berhubung hari pertama jatuh pada hari Jumat, kami jadi berkesempatan mengunjungi salah satu masjid bersejarah di kota Surabaya, yaitu Masjid Cheng Ho. Masjid bergaya khas Tionghoa ini terletak di daerah Genteng. Untuk mencapai sana, kami hanya cukup merogoh kocek Rp11.000,00 saja dengan mengendarai grabcar karena lokasinya cukup dekat dengan hotel. Sembari menunggu suami ibadah shalat jumat, aku menyempatkan diri untuk jajan pecel semanggi di penjual pinggir jalan sebelah masjid. Katanya, pecel semanggi ini salah satu kuliner khas yang bisa ditemui di kota Surabaya. Harganya cukup terjangkau dan rasanya lumayan unik. Kebetulan ini kali pertamaku mencoba pecel semanggi. And, I'm so gonna try it again later. Selesai shalat jumat, aku juga berkesempatan shalat dzuhur di dalam Masjid Cheng Ho. Masjidnya tidak begitu luas, namun sangat bersih dan adem layaknya bangunan ibadah pada umumnya. Di beberapa bagian, banyak ku temui gambar-gambar ukiran dinding tentang Laksamana Cheng Ho yang pernah berdagang dan menyebarkan agama islam di wilayah Asia Tenggara, salah satunya juga singgah di kota Surabaya. Aku juga sempat ngobrol dengan beberapa warga keturunan Tionghoa yang bertandang ke Masjid Cheng Ho. Kami pun  mengabadikan beberapa gambar Masjid Cheng Ho sebagai kenang-kenangan.
Tampak Bagian Depan
Bagian samping masjid
Merasa lapar, kami berniat mencari kuliner yang dekat dengan masjid agar tidak perlu repot mencari transportasi. Sayang sekali, salah satu tempat makan yang ingin kami datangi ternyata tutup. Akhirnya kami makan seadanya di pinggir jalan. Satu hal yang selalu membuatku merasa secure, aku sedang berada di Jawa. So, semua makanan menjadi sah-sah saja untuk dimakan karena rasanya masih cita rasa jawa dan itu yang paling penting. Percayalah, kalimat ini akan sangat kalian pahami saat kalian nanti harus tinggal cukup lama di luar Jawa.

Mengintip Isi House of Sampoerna
Perjalanan selanjutnya, kami bertandang ke House of Sampoerna. House Sampoerna ini terletak di wilayah Surabaya Lama yang terkenal dengan bangunan-bangunan lama peninggalan Belanda. Salah satunya adalah House of Sampoerna itu sendiri. Awalnya, aku tidak begitu tertarik dengan tempat ini lantaran I don't like the smell of cigarette and I don't even care about cigarette in the first place. Tetapi, mengunjungi House of Sampoerna tidak perlu alasan seperti itu. Tempat ini layak untuk dikunjungi dan memiliki sejarah tersendiri bagi kota Surabaya. Kita tentu sama-sama tahu merek rokok Sampoerna yang bahkan sudah berdiri sejak sebelum Indonesia merdeka. Nah, di musium ini kalian dapat melihat sejarah Pabrik Rokok Sampoerna beserta pritilannya. Bangunan utama berpilar empat pada House of Sampoerna sendiri dahulunya merupakan pabrik pertama produksi rokok Sampoerna.

Art Gallery House of Sampoerna
Pada bangunan lain yang mirip auditorium kecil, terdapat banyak benda-benda bersejarah yang berhubungan dengan pabrik Sampoerna. Di dalamnya, kalian akan menemukan banyak foto-foto maupun koleksi dari keluarga Sampoerna. Ohya, masuk ke musium ini gratis lho dan bahkan disambut dengan sangat ramah oleh penjaganya. Meskipun kami masih dapat mencium aroma rokok, seketika itu tidak begitu mengganggu. Aku dan suami sempat mencoba naik ke lantai dua. Kebetulan di sana pada saat itu cukup sepi.  Di lantai duanya, kalian akan menemukan sejarah proses pembuatan rokok Sampoerna.

Koleksi Musium
Sebenarnya, kalian juga dapat menikmati tur gratis menggunakan SHT (Surabaya Heritage Track) yang disediakan oleh House of Sampoerna. SHT ini berbentuk bus wisata yang di dalamnya nanti ada tour guide yang lancar berbahasa Inggris. Kalian dapat merasakan tur gratis ke Balai Kota dan Cak Kurasim. Sayang sekali, kami tidak serta merta langsung dapat naik bus tersebut karena harus mendaftar terlebih dahulu dan jadwalnya pun tidak selalu ada. Alhasil, aku dan suami hanya sempat berfoto di depan SHT saja.
Penampakan bus SHT
Karena kami datang menjelang magrib, kami sempat shalat di area House of Sampoerna. Kamar mandi dan musholanya cukup bersih terawat. Di area House of Sampoerna juga tersedia kafe bagi pengunjung yang ingin mencari makanan atau minuman.
Kafe di kawasan House of Sampoerna
Pesona Surabaya North Quay
Karena sudah semakin gelap, kami tidak ingin membuang waktu terlalu banyak di satu tempat. Kami pun melanjutkan perjalanan kami ke tempat wisata utama yang paling ingin kami kunjungi, yaitu Surabaya North Quay. Menurut salah satu situs yang pernah ku baca, katanya tempat ini menjadi pilihan tempat nongkrong terbaik di Surabaya tahun 2016. Penasaran seperti apa tempatnya, kami pun segera menuju kesana. Ternyata, justru tak banyak warga Surabaya yang tahu tentang tempat ini, salah satunya sopir grabcar kami saat itu. Padahal ku pikir, tempat kekinian biasanya cukup booming di kalangan anak muda. Beruntung, tempat ini mudah dijangkau dari House of Sampoerna dan tidak susah mencari jalannya.

Pemandangan kapal pesiar
Surabaya North Quay terletak di Pelabuhan Tanjung Perak. Dari gerbang pintu masuk, tulisan Surabaya North Quay nya tidak begitu terbaca. Justru tulisan Tanjung Perak Portnya yang dapat terlihat dengan jelas. Untuk menuju ke bangunan utamanya, pengunjung harus naik ke lantai dua dan tiga. Aku sempat merasa kagum dengan pengelola gedungnya. Pengunjung seperti dimanjakan dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya mulai dari eskalator, ATM, Food Court, Live Music, Pameran Karya Seni, pemandangan yang menawan dan romantis terlebih bila dikunjungi pada malam hari. Kami sempat mencicipi kuliner yang ada di food court indoornya. Harganya sangat terjangkau, pilihannya banyak, dan rasanya lumayan enak. Pemandangan yang dapat ditemui di outdoornya terbagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah utara dan selatan. Untuk melihat pemandangan laut dan kapal-kapal pesiar yang mengangkut turis-turis mancanegara, kalian dapat pergi ke wilayah selatannya. Kalian juga bisa berfoto di depan kapal maupun di depan tulisan Surabaya North Quay. Aku dan suami sangat puas berada di sana. Rasanya seperti sedang bulan madu di tempat romantis. Bercengkerama di kursi-kursi tenda yang tersedia di lantai 3 sambil menikmati semilir angin dari pelabuhan Tanjung Perak. Tidak ada yang lebih romantis daripada pacarannya suami dan istri, bukan?

Foto candid ala-ala
Meskipun betah bercengkerama di sana, kami tak lantas menghabiskan waktu terlalu larut di tempat itu. Kami kembali ke hotel sebelum terlalu malam. Hari pertama cukup membuat kami semakin penasaran dengan kota Surabaya.

Sekilas tentang Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur
Mengingat Surabaya tentu tidak terlepas juga dengan kenangan suami saat magang di Surabaya tiga tahun yang lalu. Untuk mengisi waktu penantian penempatan, suami sempat ditawari magang oleh pakde suami yang kebetulan saat itu masih menjabat sebagai Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur (2014). Suami sempat merasakan magang di kantor itu selama kurang lebih dua bulan. Sebuah waktu yang cukup untuk sedikit mengenal Surabaya.

Sebenarnya, tujuan utama kami mengunjungi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur ini bukanlah alasan pekerjaan atau apapun. Selain sekadar penasaran dengan bangunannya, suami juga ingin mengajakku jajan mie ayam langganannya saat magang yang katanya sangat enak. Lokasinya sekitar Jalan Indrapura tak jauh dari kantor, namanya Mie Ayam Tuban. Sebagai pecinta mie ayam, tentu saja aku sangat tertarik. Dan benar saja, rasa dan porsi mie ayamnya sungguh tidak dapat ditolak atau dilewatkan bagi pecinta mie ayam. Enak dan mantap. Udah gitu aja. Kalau kelak mendapat mutasi di Surabaya, rasanya suami bakal sering-sering mengawalku makan biar tidak khilaf jajan mie ayam itu terus. But really, it tasted so good, 9/10. Jauh-jauh ke Surabaya cuma ingin makan mie ayam? You only don't understand the meaning of mie ayam for hanifah. Gitulah.
Aku lupa mengabadikannya, kira-kira seperti pada gambar (sumber: google image)
Zangrandi Ice Cream
Kenyang makan mie ayam tidak menyurutkan langkah kami untuk mencoba kuliner lain yang ada di Surabaya. Adik iparku sempat memberi kami rekomendasi kuliner yang ada di Surabaya berkaca pada pengalamannya. Salah satu yang menyita perhatian kami adalah Zangrandi Ice Cream yang kebetulan tak jauh lokasinya dari kanwil. Rupanya, Zangrandi Ice Cream ini tak hanya ada di satu lokasi. Kami salah memilih lokasi yang biasanya dikunjungi turis. Namun, tempatnya tetap lumayan juga sih. Kami memesan dua jenis es krim saja karena sudah cukup kenyang makan. Porsi es krimnya ternyata tidak sebesar yang ada di gambar. Itupun, aku tidak menghabiskan bagianku karena pada dasarnya aku bukan pecinta jajanan manis seperti es krim. Namun, aku cukup merekomendasikannya pada kalian yang menyukai es krim. Tempatnya seperti ada sentuhan eropanya gitu.
Penampakan es krimnya
Pantai Ria Kenjeran
Membaca kata pantai di rekomendasi tempat wisata membuatku ingin mengunjungi salah satu pantai yang ada di Surabaya. Meskipun kata sebagian sopir grab yang kami temui, pantai di Surabaya tidak ada yang bagus. Aku tetap penasaran. Pantai yang cukup dekat untuk kami kunjungi adalah Pantai Ria Kenjeran. Memang benar sih, sesampainya di sana kami tidak benar-benar seperti berada di pantai. Airnya sedang surut dan kondisi pantainya sangat kotor. Namun, ada semacam bangunan pintu gerbang berbentuk ular naga yang di atasnya terdapat patung Dewi Kwan Im. Rupanya bangunan ini lumayan menarik untuk dijadikan tempat berfoto. Aku dan suami tetap menikmati kunjungan ke Pantai Ria Kenjeran. Rasanya tetap menyenangkan. Kami tidak menghabiskan waktu terlalu lama di sana karena angin pantai lumayan bikin badan kedinginan.
Patung Dewi Kuan Im
Patung Budha 4 Rupa
Ingin menikmati suasana wisata Surabaya ala Thailand? Disinilah tempatnya. Awalnya aku agak ragu melanjutkan perjalanan ke tempat ini. Namun, setelah tahu lokasinya satu jalur dengan Pantai Ria Kenjeran, rasanya sayang bila tidak mampir kesini. Untuk masuk melihat patung ini, kalian perlu naik ojek dari gerbang pintu masuk karena lokasinya cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Patung Budha 4 Rupa ini merupakan patung yang dibangun dengan bahan yang didatangkan langsung dari Bangkok, Thailand. Itulah sebabnya, patung ini mempunyai kemiripan dengan patung-patung budha yang ada di Bangkok.
Patung Budha 4 Rupa
Tempatnya seperti stupa
Patung Budha 4 Rupa ini ditempatkan pada bangunan yang menyerupai stupa, dimana kalian bisa melihat wajah Sang Budha dari empat sisi sekaligus. Di sekitarnya juga terdapat beberapa patung gajah putih, patung Ganesha, dan kolam air berisi pohon teratai. Kami hanya berputar-putar sekitar patung-patung itu saja dan memutuskan pulang lebih awal setelah sebelumnya menikmati es kelapa muda di dekat area Patung Budha 4 Rupa.
Itu patung gajah putih ya, bukan gajah beneran
Setelah mampir shalat ashar di salah satu masjid, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dulu sebelum melanjutkan jalan-jalan. Pada saat kami berada di mobil grab, kami diberitahu oleh sopirnya bahwa dekat dengan patung tadi terdapat Jembatan Surabaya yang belum lama ini diresmikan. Rasanya kecewa karena baru mengetahuinya setelah kami sudah jauh meninggalkan Kenjeran.

Sebetulnya, ada satu tempat lagi yang ingin sekali kami kunjungi, yaitu Citra Raya Surabaya yang katanya merupakan wilayah real estate yang dibangun menyerupai kota Singapura, dimana dapat ditemui juga replika Patung Merlion di dalam kawasannya. Sayang sekali, lokasinya terlalu jauh untuk dikunjungi.

Kuliner di Taman Bungkul Surabaya
Untuk mengobati rasa penasaran kami pada Taman Bungkul yang katanya merupakan hasil rombakan kerja Bu Risma selama menjabat sebagai walikota, kami memutuskan untuk mengunjungi Taman Bungkul pada malam hari. Selain itu, tentu saja dalam rangka berburu kuliner di sekitar Taman Bungkul. Taman yang dulu katanya berantakan dan gersang kini disulap menjadi lebih hijau dan teratur. Bahkan menurut penduduk setempat, kadang Bu Risma sendirilah yang ikut turun tangan. Namun sayang, saat kami mengunjungi taman, kondisinya penuh dengan manusia. Rupanya warga Surabaya senang sekali menghabiskan malam minggu di Taman Bungkul. Banyak muda-mudi berkumpul bersama teman-temannya, keluarga mengajak serta anak-anaknya dan sebagainya. Saya sampai bingung mau duduk dimana dan bagaimana mengabadikan tempatnya. Alhasil, saya hanya memotret tulisan Taman Bungkul saja.
Ramai sekali Taman Bungkul
Jalanan depan Taman Bungkul
Berhubung sudah lapar, kami memutuskan untuk makan di salah satu warung yang cukup terkenal di kawasan Taman Bungkul, yaitu Warung Rawon Kalkulator. Aku sempat bertanya sama suami kenapa rawonnya disebut rawon kalkulator. Ternyata katanya, penjual warung ini kalau menghitung harga pesanan pembeli seperti kerjanya mesin kalkulator, cepat sekali menghitungnya. Rasa rawonnya menurutku standar saja dibandingkan rawon-rawon yang pernah ku rasakan sebelumnya. Karena aku lumayan doyan rawon, aku cukup menikmati pesananku. Setelah menghabiskan porsi rawon masing-masing, kami pun bergegas kembali ke hotel untuk beristirahat. Sesampainya di hotel rupanya suami ingin makan martabak. Alhasil, kami pesan martabak dan bakso bakar lewat Go Food. Makan terus ya kayaknya selama di Surabaya.

Mencoba Rawon Kalkulator di Kawasan Taman Bungkul Surabaya
Besuk paginya, Minggu, 14 Mei 2017, kami check out hotel. Sebelum menuju ke bandara, kami menyempatkan diri membeli oleh-oleh di salah satu pusat oleh-oleh. Selesai sudah perjalanan di Surabaya kali ini. Semoga bisa menjadi referensi buat kalian yang ingin mengunjungi kota Pahlawan ini. Ohya, aku juga berencana akan membagikan liburanku ke Bali untuk kedua kalinya sebelum aku pindah ke Waingapu. Tunggu ya!

0 komentar:

Post a Comment