Indekosku Ternyata Horor!

Banyak desas-desus yang mengatakan bahwa kawasan kampus STAN itu horor. Berbagai macam versi cerita dari mulut ke mulut mengenai kabar burung itu sebagian besar didasarkan pada satu penyebab, yaitu banyaknya mahasiswa STAN yang bunuh diri di masa lalu karena tidak kuat mental saat di-DO dari kampus. Namun, sepengetahuan saya kawasan kampus atau sekolah memang cenderung identik dengan kemistisannya lantaran tempat-tempat tersebut tidak selalu dalam keadaan ramai dan ditambah lagi bangunannya sering kali sudah dimakan usia. Wajar jika menyiratkan kesan horor. Saya sendiri pun sempat ditakut-takuti oleh kakak kelas saya saat pertama kali saya datang ke kampus STAN tiga tahun yang lalu (hell you, my evil senior!). Awalnya saya hanya menelan mentah-mentah cerita tersebut karena memang tidak tahu menahu perihal lingkungan kampus STAN.

Kebetulan saya mendapat indekos di sebuah kawasan bernama PJMI yang juga sempat diceritakan kakak kelas saya sebagai salah satu kawasan horor. Hell yeah, I don't even care at all. Saya menghuni sebuah indekos yang dihuni oleh sembilan orang. Saya cukup diuntungkan dengan letak indekos saya karena letaknya cukup strategis. Selain dekat dengan kampus (jarak berjalan hanya 10 menit), indekos saya dekat juga dengan beberapa warung makan murah, warnet (awal tingkat satu, warnet masih penting untuk mahasiswa), serta laundrian. Saya tidak menemukan hambatan yang berarti untuk beradaptasi dengan indekos maupun lingkungan indekos saya tersebut. Ibu kos saya sangat baik dan ramah, sehingga saya tidak sungkan jika bertanya-tanya maupun minta tolong. Begitu pun dengan teman-teman indekos, mereka sangat menyenangkan. Saya menyukai indekos saya. Salah satunya karena terasnya sangat nyaman jika digunakan untuk belajar kelompok, sehingga tak jarang teman-teman kelas saya sangat suka untuk mengerjakan tugas di tempat saya. Awalnya, saya menempati salah satu kamar di samping ruang utama, namun karena satu alasan saya pindah atau lebih tepatnya bertukar tempat dengan teman saya yang menghuni satu kamar sempit di ruang utama. Saya akui meskipun kamar baru saya tersebut jauh lebih sempit, tetapi entah mengapa saya justru merasa lebih nyaman. Bulan berganti bulan berjalan dengan lancar tanpa ada hal aneh meskipun berkali-kali kami mendengar cerita-cerita horor di sekitar indekos maupun di kawasan-kawasan sekitar STAN. Hal tersebut tak mengurangi kenyamanan kami sehari-hari. Hingga lambat laun cerita-cerita itu sempat membuat saya dan teman-teman yang notabene masih mahasiswi baru menjadi tertarik untuk mencari tahu lebih dalam. Kami sangat meyakini bahwa indekos kami jauh dari hal-hal berbau mistis tersebut. Hingga akhirnya pada sebuah bulan. Saya lupa kapan. Berbagai kejadian aneh terjadi di indekos saya. Satu hal yang menyebalkan adalah, semua itu berkaitan dengan saya. 

Kejadian pertama di alami oleh teman indekos saya sebut saja Ajeng. Seingat saya, dia bercerita pada saya bahwa kejadiannya berlangsung pada hari Jumat pagi ketika dia libur kuliah. Kebetulan hari itu hanya dia sendiri yang libur. Seperti halnya yang lain yang terbiasa mager ketika libur, Ajeng juga memilih hanya berdiam di indekos. Saat itu, setelah menengok jemurannya, Ajeng sempat melihat lampu kamar mandi depan kamar saya dalam kondisi masih menyala. Ajeng pun berniat mematikan lampu tersebut. Bersamaan dengan dia mematikan lampu kamar mandi, tanpa tedeng aling-aling tiba-tiba saja terdengar jeritan wanita dari dalam kamar mandi tersebut, padahal kamar mandi dalam kondisi kosong. Sontak saja Ajeng kaget dan tak percaya pada apa yang baru saja dia dengar. Karena merasa hal tersebut tidak wajar alias menakutkan, Ajeng pun memutuskan masuk ke kamarnya dan mencerna baik-baik apa yang baru saja dialaminya. Apes banget karena kejadiannya tepat di kamar mandi depan kamar saya.


Kejadian kedua dialami oleh Mega. Waktu itu Mega sedang mandi di kamar mandi depan kamarnya yang kebetulan kamar mandi tersebut diapit oleh kamar Fika dan Erha. Ketika setengah mandi, Mega dikejutkan dengan suara orang yang memanggilnya beberapa kali. Suara yang dia dengar tersebut kebetulan menyerupai suara saya seperti kebiasaan saya ketika memanggil Mega. Awalnya Mega hanya cuek membalas seadanya tanpa berpikir aneh-aneh meskipun ketika ia jawab, suara tersebut tidak menjawab lagi. Ketika keluar dari kamar mandi, betapa terkejutnya Mega mendapati kamar saya dalam kondisi mati lampu dan terkunci yang menandakan bahwa saya sedang tidak di indekos. Dia pun berusaha meyakinkan dirinya bahwa tadi dia dipanggil beberapa kali oleh saya. Ketika dia menanyai anak-anak indekos yang lain, mereka membantah pernah memanggil Mega saat Mega mandi tadi. Mega yang masih tidak percaya akhirnya menanyakan pada saya ketika saya pulang ke indekos. Saya justru merasa terkejut karena saya sama sekali tidak sempat memanggil-manggil Mega di kamar mandi. Terlebih, saya hampir tidak pernah menggunakan atau berkepentingan dengan kamar mandi tersebut. Selain itu, saya pun sudah pergi sejak pagi. Mega pun menyimpulkan ada yang tidak beres dengan indekos kami.

Kejadian ketiga dialami oleh Fika. Saat itu, entah mengapa bertepatan sekali dengan saya dan Fika yang sedang dirundung perang dingin. Biasalah antarsahabat yang satu bangku dan satu indekos kadang begitu, haha. Hari itu, saya memang memutuskan untuk datang ke kamar Fika agar kami tidak lagi merasa awkward. Selain itu juga sekadar bertanya sejauh mana persiapan Fika belajar Statistik untuk ujian esok harinya. Saya dan Fika sempat belajar bersama sebentar sampai waktu magrib. Saya pun kembali ke kamar saya mempersiapkan diri untuk sholat magrib. Pada saat saya sholat magrib di kamar, Fika kebetulan juga sedang menerima telepon dari mamanya. Kondisi kamar Fika saat menerima telepon tersebut masih gelap, lampu belum dinyalakan. Tepat saat Fika hendak mengakhiri percakapannya dengan sang mama, ada suara mirip suara saya memanggil Fika beberapa kali dan menyuarakan kata-kata minta maaf. Fika yang sedang menerima telepon pun cuma bilang sebentar lantas mematikan telepon. Ketika ia sadari, ia sangat terkejut karena muasal suara tersebut adalah dari arah kamar mandi atau dekat tempat tidur Fika. Seolah sangat dekat dengan tempatnya sedang duduk. Tanpa berpikir panjang, Fika langsung berhambur ke kamar Erha yang letaknya persis di depan kamar Fika. Fika bercerita perihal kejadian aneh yang baru saja dialaminya. Tentu saja Erha merasa heran karena Erha dan Ika yang kebetulan berada di kamar Erha juga sempat mendengar suara saya memanggil-manggil Fika dari arah kamar Fika. Mereka pun mendatangi saya yang baru saja selesai sholat. Sambil masih mengenakan mukena, saya terkejut mendengar mereka bercerita. Sama seperti halnya mereka, kami yakin suara itu bukan dari suara saya yang asli. Saya jadi agak ngeri karena saya memang sama sekali tidak merasa memanggil Fika. Dari situlah kami jadi agak parno berada di indekos sendirian. Beberapa waktu setelah itu, Fika terkadang mencium arom wangi bunga melati di kamarnya. 

Puncak kejadiannya adalah apa yang dialami oleh Erha. Waktu itu kebetulan sekali kami semua sedang berada di kamar masing-masing, tidak ada yang pergi karena timingnya selepas magrib. Erha baru saja selesai mandi. Tiba-tiba ia melihat seorang cewek berjalan dari arah pintu (sepertinya begitu karena menurut Erha tidak jelas tahu-tahu sudah berada dekat dengan kamar saya) mengenakan tanktop berwarna hijau dan celana pendek. Sosok itu benar-benar nyata berjalan ke arah kamar mandi depan kamar saya. Erha meyakini benar kalau sosok yang dilihatnya tersebut sangat mirip dengan saya ditinjau dari bentuk tubuhnya, rambut maupun warna kulitnya. Erha memang agak heran dengan sosok itu makanya dia menyempatkan memperhatikan kamar saya. Tiba-tiba Erha terkejut karena saya keluar dari kamar saya tidak mengenakan pakaian seperti sosok tadi. Bukankah sosok yang tadi berjalan masuk ke kamar mandi, sedangkan di saat bersamaan saya keluar dari kamar. Erha langsung ganti baju dan menanyai saya. Sontak saja satu indekos kaget sekali. Bagaimana mungkin ada orang yang benar-benar nyata dapat dilihat dengan mata kepala tetapi tidak ada seorang pun yang mengaku menjadi sosok tersebut. Setelah dikonfirmasi memang kami semua tidak ada yang punya tanktop berwarna hijau. Sehabis Erha membuat pengakuan tersebut, Yana dan Intan entah mengapa kompak pernah mendengar nama mereka dipanggil oleh saya yang memberitahukan tentang jemuran. Dan, setelah ditengok saya sedang tidak berada di tempat yang seketika juga membuat mereka merasa aneh. Oh my, bulu kuduk saya langsung merinding. Salah saya apa sampai semua kejadian di indekos tersebut mengatasnamakan saya. 

Selain itu, ada satu kejadian lagi yang sempat membuat Erha terheran-heran. Pada waktu menempati kamarnya, Erha sempat kehilangan ponsel Nokia yang ia yakini hanya lupa menaruh tetapi dicari-cari di seluruh penjuru kamar tetap tidak ketemu. Bahkan Erha sempat mengubah posisi tempat tidurnya agar kamarnya lebih kelihatan lapang. Seluruh sudut kamar sudah dibersihkan Erha, namun ia tak pernah menemukan ponselnya lagi. Sampai suatu hari, setelah berbulan-bulan dan mendekati batas waktu kami tinggal di indekos itu, tiba-tiba saja Erha melihat ponselnya tergeletak begitu saja di bawah kolong tempat tidurnya. Tentu saja hal tersebut sangat mengejutkan Erha. Dia tak habis pikir makhluk apa yang dengan sangat usil mengganggunya. Erha yang panik sampai mengajak kami yasinan. Namun, kami tak pernah sempat melakukannya.

Sebenarnya masih ada banyak tanda tanya di kepala kami perihal indekos tersebut. Kami masih tidak tahu siapa orang yang bernama Bunga, yang namanya menghiasi seluruh tulisan di beberapa bagian indekos. Mungkin penghuni lama. Selain itu, Mega juga baru mendengar dari kakaknya sendiri bahwa tepat di depan indekos kami ada sebuah indekos yang katanya sering ada penampakan sosok-sosok hantu dengan beberapa wujud. Duh, sial. Untung saja kejadian tersebut terjadi di akhir-akhir kami tinggal di sana. Kami semua pun memutuskan pindah. Saat dikonfirmasi ke ibu kos, beliau sendiri pun mengaku tidak pernah ada kejadian aneh-aneh selama ini. Namun, dari keterangan Ika, dulu kakak kelas yang menempati kamar Ika bahkan sempat bercerita bahwa ada potongan tangan di kasurnya. Setelah dilihat lagi potongan tangan tersebut menghilang. Satu hal yang agak mengherankan bagi saya adalah mengapa saya sendiri justru tidak pernah mengalami kejadian-kejadian aneh selama berada di indekos, baik saat sendirian, lengkap dengan teman-teman, maupun ketika terbangun di tengah malam. Pada dasarnya rentetan kejadian aneh tersebut tidak begitu mengganggu kami. Saya pun tentu masih sering melewati mantan indekos saya tersebut. Dari luar sama sekali tidak nampak kesan horornya. Anyway, sekarang indekos saya tersebut telah berganti menjadi indekos cowok dan agaknya berubah fungsi menjadi kontrakan. 

Kampus STAN di malam hari

Cerita mengenai kampus STAN dan sekitarnya yang katanya horor tersebut banyak beredar di kalangan netizen yang tak lain adalah mahasiswa STAN sendiri, baik lewat kaskus, blog, maupun facebook. Mereka banyak berbagi mengenai cerita-cerita horor di sekitar indekos mereka, sekitar kampus, maupun di kampusnya sendiri. Bahkan ada salah satu cerita horor di kawasan Sarmili (kawasan dekat gerbang belakang STAN) sempat muncul di salah satu portal berita di dunia maya. Silakan googling sendiri ya, good people. Namun, jangan dianggap serius. Haha

3 comments: