Ana, My Tiny Designer


Terkadang kita mengabaikan hal-hal kecil di sekitar kita yang mungkin saja layak untuk diberi ruang apresiasi. Begitu pun saya. Belasan tahun tinggal satu atap dengan adik-adik kecil saya tetapi ternyata masih ada begitu banyak hal yang luput dari perhatian saya. Saya baru menyadari satu hal lucu, ternyata adik bungsu saya, si kecil Ana, mempunyai hobi menggambar yang hasilnya cukup layak saya kagumi. Hal tersebut justru belum lama ini saya sadari. Kejadiannya baru kemarin ketika saya pulang kampung. Saat itu saya sedang iseng merapikan rak buku yang letaknya sebagai sekat pemisah antara kamar saya dengan kamar adik saya. Di antara tumpukkan buku-buku yang saya rapikan, saya menemukan beberapa lembar kertas HVS yang di atasnya sudah rapi tergambar beberapa desain pakaian hasil karya adik kecil saya tersebut. Awalnya saya ragu, masak iya adik saya yang kecil itu (baik usia maupun fisik) mampu menggambar dengan cukup baik sementara saya sangat paham sekali bahwa dalam darah keluarga saya, bakat seni itu nyaris tidak ada. Jangankan menggambar, untuk urusan remeh-temeh seperti tulisan tangan pun, saya akui bahwa tulisan tangan saya kurang bagus. Nampaknya hal tersebut tidak berlaku pada adik bungsu saya. Setelah saya tanyakan perihal gambar-gambar tersebut, adik saya membenarkan kalau itu memang hasil karyanya.



Dulu, saya memang mengetahui bahwa adik saya tersebut sering dijagokan untuk mengikuti lomba menggambar mewakili SD. Namun, saya mungkin agak sedikit kurang memberi perhatian karena saya tahu kebiasaan guru SD di tempat saya. Biasanya mereka yang diikutkan lomba (dalam hal ini lomba segala bidang termasuk bidang seni seperti baca puisi, geguritan, menyanyi, menggambar) adalah para juara kelas meskipun dia tidak mempunyai bakat seni. Kebetulan, adik saya tersebut memang juara kelas di SD nya. Belum lama ini pun, adik saya sempat bercerita kepada saya via sms bahwa dia diikutkan lomba menggambar mewakili SMP. Namun, saya hanya mendukung sekadarnya tanpa sempat menanyainya secara detail mengingat waktu itu saya masih di Bintaro.

Mungkin hal tersebut bukanlah hal istimewa bagi kalian yang membaca. Namun, entah mengapa bagi saya itu adalah sebuah keistimewaan. Saya sangat senang dan kagum pada hasil karya adik kecil saya tersebut meskipun sederhana. Dia mungkin justru tidak menyadari bahwa hobi menggambarnya tersebut mendapat apresiasi dari guru-gurunya lewat diikutsertakannya dia dalam beberapa kesempatan lomba menggambar, baik tingkat SD maupun SMP. Sedangkan saya kakaknya sendiri saja malah kurang paham dengan hobi adik kecil saya tersebut. Adik saya sering menunjukkan hasil karya menggambarnya di depan saya, baik menggambar benda, pemandangan, perkakas, desain bangunan hingga desain pakaian. Namun sayangnya, dulu saya hanya memuji sekadarnya tanpa memperhatikan secara detail.

Penemuan saya terhadap gambar-gambar desain pakaian yang dibuat adik saya tersebut menyadarkan saya akan bakat sederhana yang dimiliki oleh adik kecil saya tersebut. Saya menyempatkan diri untuk menengok kembali hasil-hasil karyanya terdahulu. Namun, sayang sekali sudah banyak gambarannya yang hilang entah kemana tanpa sempat saya abadikan. Beberapa yang tersisa justru hasil gambarannya via kanvas virtual di komputer. Berikut ada sedikit sisa gambaran atau desain hasil goresan tangan-tangan mungil adik saya yang kemarin tanpa sengaja saya temukan di rak buku.

Saya ingat beberapa teman saya cukup berbakat dalam membuat desain pakaian, namun detil yang mereka kerjakan tentu saja tidak bisa saya bandingkan dengan kepunyaan adik saya mengingat usia mereka terpaut jauh. Saya mengagumi karya adik saya tidak hanya sekadar karena dia adalah adik saya. Saya mengagumi karena saya yakin ketika saya di usia adik saya tersebut, saya tidak akan mampu menggambar sebaik hasil karya adik saya. Ya, setiap anak dilahirkan dengan bakatnya masing-masing, disadari atau tidak disadari. Saya mungkin tidak bermimpi adik saya akan belajar desain atau apapun yang berkaitan dengan seni rupa dua dimensi tersebut. Namun bagi saya, hobi adik saya tersebut cukup layak diapresiasi karena setiap orang pada akhirnya memang sudah seharusnya mempunyai hobi sebagai bentuk manifestasi terhadap diri sendiri. Sebuah upaya untuk menghadiahi diri manakala sedang jengah dengan tugas atau pekerjaan. Begitupun adik saya kelak. Biarlah dia berkembang sebagaimana seharusnya. Dia mempunyai cita-cita mulia sebagai seorang guru, namun saya yakin kelak hobi menggambarnya itu bisa ia kembangkan sendiri sesuai dengan batas kemampuannya. Saya bangga pada tangan-tangan mungilnya yang mampu bercerita lewat goresan-goresan pensil pada media kosong bernama kertas. Well, whatever happen in the future, I keep calling her as my tiny designer. I hope she would find out her real dream, someday.

0 komentar:

Post a Comment