Majapahit, Jejak Kejayaan Masa Lampau

Majapahit. Siapa di Negeri Zamrud Khatulistiwa ini yang tak tahu nama itu. Sebuah kerajaan Hindu-Budha terbesar yang pernah menghuni Tanah Air ini berabad silam serta telah meninggalkan cerita tentang jejak kejayaannya. Namanya begitu termahsyur di seantero negeri, bahkan hingga ke Negeri Tirai Bambu sana. Majapahit yang hingga kini masih menyisakan beribu misteri, tak pernah diragukan eksistensinya oleh buku-buku sejarah sekolah di seluruh Indonesia untuk diyakini sebagai kerajaan raksasa yang konon berhasil mempersatukan Nusantara. Menurut sumber kitab kuno berbahasa Kawi gubahan seorang penulis pada zamannya, Mpu Prapanca, yakni Kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan Majapahit bahkan mencapai Semenanjung Malaya (Malaysia), Tumasek (Singapura), dan Filipina. Kerajaan Majapahit bahkan dikenal sebagai Kerajaan terbesar dan terluas sepanjang sejarah di Asia Tenggara. Namun hingga kini, bukti mengenai wilayah Majapahit ini masih menjadi pertentangan. Mengintip bagaimana kerajaan ini sanggup menciptakan kebanggaan pada setiap generasi di Bumi Nusantara ini, para ahli sejarah maupun para arkeolog Indonesia tak pernah berhenti meneliti peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit dengan menapaktilasi jejak-jejak kekuasaannya. 
Ukiran Surya Majapahit

Meskipun digambarkan sebagai kerajaan besar yang pernah bertahta di Bumi Wilwatikta, kenyataannya bukti yang ditinggalkan oleh Majapahit sangat sedikit. Prasasti-prasasti maupun reruntuhan Majapahit sebagian besar hilang dimakan zaman. Hanya sebagian kecil saja yang tersisa, sehingga wajar masih menjadi perdebatan hingga kini oleh para ahli sejarah mengenai sepak terjang kerajaan ini di masa lalu. Bagaimanapun perdebatan tersebut, kenyataannya negeri ini sudah terlanjur terbuai dengan cerita turun-temurun mengenai kejayaan nenek moyang mereka dalam sebuah kerajaan adikuasa bernama Majapahit, kerajaan yang konon sangat ditakuti oleh musuh-musuhnya hingga ke mancanegara lantaran mempunyai armada perang yang sangat besar dan kuat, baik armada angkatan darat maupun laut. Majapahit konon pernah memiliki kapal-kapal perang raksasa yang digunakan untuk menaklukan daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan di Nusantara. Namun hingga kini, bukti-bukti mengenai hal tersebut masih dipertanyakan. 
Selain Kitab Negarakertagama, bukti lainnya mengenai kerajaan Majapahit adalah Kitab Pararaton atau Kitab Raja-raja yang ditulis menggunakan Bahasa Kawi. Kitab ini menceritakan mengenai Ken Arok dan sedikit catatan mengenai berdirinya Majapahit. Kedua kitab itulah yang digunakan untuk meneliti sejarah Kerajaan Majapahit. Sedangkan sumber-sumber lainnya berupa beberapa prasasti yang ditulis dengan Bahasa Jawa Kuno dan juga catatan-catatan dari Tiongkok. Namun, sumber-sumber lainnya ini tidak terlalu lengkap. 

Berbicara tentang Majapahit, kita pasti langsung dipenuhi oleh rasa bangga tak terkira akan kejayaan masa lampau Nusantara, sehingga menaruh harapan pada negeri ini di masa depan agar dapat bangkit lagi seperti zaman Majapahit. Bahkan, saya melihat banyak sekali istilah-istilah di zaman Majapahit yang digunakan sebagai nama-nama strategis di Indonesia. Salah satunya adalah Bhayangkara atau Bhayangkari yang digunakan sebagai nama resimen atau kesatuan di Kepolisian Republik Indonesia. Nama Bhayangkara atau Bhayangkari tersebut diyakini berasal dari nama sebuah kesatuan di zaman Majapahit yang sangat terkenal karena sepak terjangnya yang mengagumkan di bawah kepemimpinan Bekel Gajah Mada, yang di kemudian hari menjadi Mahapatih Amangkubumi di era keemasan Majapahit. Selain itu, nama satelit kita, SKSD Palapa juga diambil dari nama sumpah Mahapatih Gajah Mada, yakni Sumpah Palapa yang isinya adalah janji untuk mempersatukan Nusantara.

Ketertarikan saya untuk menelusuri jejak Kerajaan Majapahit ini dimulai sejak saya menuntaskan bacaan saya, yakni novel pancalogi berlatarbelakang sejarah yang berjudul Gajah Mada karangan Langit Kresna Hariadi yang menceritakan kehidupan Gajah Mada, mahapatih terkenal pada era keemasan Majapahit, hingga akhir hayatnya, yang otomatis berkaitan pula dengan kondisi kehidupan Majapahit pada saat itu. Novel tersebut mungkin hanyalah karangan fiktif, namun penulisnya sendiri mengarangnya berdasarkan keterangan-keterangan sejarah yang ia kembangkan dengan caranya sendiri, sehingga membuat pembaca seakan berada pada zaman itu, seakan pula mengalami sendiri kejadian-kejadian yang tergambar di sana. Saya pun membaca dari berbagai situs di dunia maya mengenai kerajaan Majapahit. Sama seperti halnya saya, mereka yang menulis tentang Majapahit pun seakan masih ragu untuk menyatakan bagaimana gambaran kondisi di masa Kerajaan Majapahit secara pasti. Bukti yang sedikit itulah yang mungkin menjadi alasan utama. 

Saya akan mengulang bagaimana kerajaan ini bisa berdiri dan berjaya pada masa tersebut. Tulisan yang saya buat ini mungkin tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk menyatakannya sebagai fakta. Ini hanyalah sebuah ringkasan atas keterangan-keterangan sejarah yang pernah saya pelajari juga di sekolah. Pemerintah secara tidak langsung telah mendoktrin pelajar-pelajar pribumi untuk menghafal sejarah Nusantara hanya berdasar kesimpulan para ahli sejarah dan arkeolog atas bukti-bukti yang diperoleh mereka. Sementara kita sebagai pembaca, hanya cukup mengamininya saja tanpa perlu repot melakukan penelitian. 

Kerajaan Majapahit (1293-1572 Masehi) didirikan oleh Raden Wijaya, menantu dari raja termahsyur di Singasari, yakni Raja Kertanegara pada tanggal 15 Bulan Kartika Tahun 1215 Saka yang diyakini para ahli bertepatan dengan tanggal 10 November 1293 setelah berjuang menaklukan Jayakatwang. Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pada saat itu, Kerajaan Singasari yang merupakan kerajaan terbesar penguasa Pulau Jawa diserang oleh pasukan Jayakatwang dari Kediri pada saat seluruh pasukan Singasari dikirim untuk melakukan Ekspedisi Pamalayu, sehingga membuat istana Singasari dalam keadaan kosong kekuatan. Hal tersebut seketika membuat kerajaan Singasari beserta rajanya, Kertanegara, tumpas oleh musuh. Pada saat yang bersamaan, Kekaisaran China yang pada waktu itu dipimpin oleh Kaisar Khubi Lai Khan mengirimkan pasukannya untuk menghukum Kertanegara yang sebelumnya telah mempermalukan utusan dari China. Kertanegara sempat menggunting telinga utusan China yang membawa perintah Kaisar untuk menyuruh Singasari tunduk pada China (Mongol/Tiongkok) dan menyerahkan upeti sebagai tanda takluk. Hal itulah yang membuat Kaisar China marah dan mengirim pasukannya untuk menyerang Singasari. Namun, pada saat pasukan Mongol tiba, Singasari sudah dipimpin oleh Jayakatwang dari Kediri.Raden Wijaya yang melihat kesempatan bagus tersebut memanfaatkan pasukan Mongol untuk menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang dan pasukannya berhasil ditumpas, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol pada saat mereka tengah asik berpesta arak. Pasukan Mongol berhasil ditumpas sedangkan sisanya melarikan diri ke negeri asalnya. 

Raden Wijaya yang berhasil membawa sisa-sisa pasukan Singasari melarikan diri hingga ke sebuah hutan bernama Tarik. Di sanalah diyakini menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit. Nama Majapahit sendiri berasal dari dua kata, yaitu Maja yang berasal dari nama buah maja, buah yang banyak tumbuh di daerah tersebut, serta Pahit yang merupakan rasa dari buah maja itu sendiri. Raden Wijaya yang merupakan menantu Raja Kertanegara akhirnya diangkat menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Pada masa pemerintahan Raden Wijaya, Majapahit sempat mengalami beberapa pemberontakan yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Raden Wijaya sendiri yang merasa tidak puas terhadapnya. Namun, semua pemberontakan itu dapat dipadamkan. Sepeninggal Raden Wijaya (1309 M), Majapahit digantikan oleh Kalagemet dengan gelar Sri Jayanegara, putra Raden Wijaya satu-satunya yang berasal dari permaisurinya Dara Petak, anak Kertanegara. 

Pemerintahan Sri Jayanegara yang dianggap lemah membuat banyak pihak yang tidak puas angkat senjata untuk melakukan pemberontakan. Namun, semua pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan. Pemberontakan yang terbesar adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Rakrian Kuti. Pada saat pemberontakan tersebut, Raja sampai harus diungsikan ke luar Kotaraja, yakni hingga ke Desa Bedander oleh pasukan yang dipimpin oleh Gajah Mada.Berkat jasanya tersebut, Gajah Mada dianugerahi pangkat sebagai Patih di wilayah Daha maupun Kahuripan. Selang beberapa tahun pasca pemberontakan Kuti, yaitu pada tahun 1328 M, Jayanegara mati dibunuh oleh tabibnya sendiri. Hal tersebut membuat istana dilanda kemelut mengenai siapa yang pantas duduk di dampar kerajaan mengingat Jayanegara sendiri tidak beristri dan tidak beranak. Akhirnya, Ibu Suri Gayatri Rajapatni, Ibu Tiri Jayanegara sekaligus istri Mendiang Raden Wijaya, menggantikan Jayanegara untuk sementara waktu. Prabu Ratu Gayatri yang memutuskan menjadi seorang Bhiksuni menyerahkan kekuasaan Majapahit kepada putrinya yang tidak lain adalah adik tiri Jayanegara, yakni Tribhuwana Wijayatunggadewi dengan Mahapatihnya masih Arya Tadah (Mpu Krewes). Pada masa kepemimpinan Prabu Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, Majapahit berkembang menjadi kerajaan besar dan makmur terutama setelah Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih menggantikan Arya Tadah (1336 M). Kerajaan Majapahit mampu memperluas wilayah kekuasaannya. Pada saat diangkat menjadi Mahapatih itulah Gajah Mada mengucapkan sumpahnya di Balai Manguntur. Sumpah yang dikenal sebagai Sumpah Palapa tersebut berisi tentang kesanggupan Gajah Mada untuk tidak akan bersenang-senang sebelum Nusantara dipersatukan. Setelah kepemimpinan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, masa keemasan Majapahit tersebut dilanjutkan oleh putranya, yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara (1350-1389 M). Pada masa Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada inilah majapahit mencapai puncak Kejayaannya, karena masa itulah Sumpah Palapa berhasil dipenuhi oleh Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit diyakini meliputi hampir seluruh wilayah Nusantara, Semenanjung Malaya (Malaysia), Tumasek (Singapura), bahkan Filipina. Bahlan, jangkauan armada laut Majapahit ini mencapai wilayah Laut China Selatan. 

Namun, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk tersebut juga terjadi satu peristiwa yang cukup terkenal dan berdampak budaya hingga kini.Peristiwa tersebut terjadi di Lapangan Bubat, sehingga dinamakan Perang Bubat. Peristiwa tersebut diawali dengan peminangan Putri Kerajaan Sunda (Padjajaran), yakni Dyah Pitaloka untuk dijadikan istri oleh Raja Hayam Wuruk. Ada kesalahpahaman antara Gajah Mada dengan Hayam Wuruk dimana Hayam Wuruk hendak menjadikan Dyah Pitaloka sebagai permaisuri, sedangkan Gajah Mada ingin Kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit dan menjadikan Dyah Pitaloka sebagai tawanan. Hal tersebutlah yang membuat Gajah Mada menyerang utusan Kerajaan Sunda (termasuk Rajanya). Dalam perang yang tak berimbang itulah Gajah Mada menghabisi seluruh utusan Kerajaan Sunda di Lapangan Bubat. Dyah Pitaloka yang mengetahui bahwa ayahandanya telah terbunuh memilih untuk lampus (bunuh diri). Hal tersebutlah yang konon diyakini membuat hubungan dingin antara Jawa dan Sunda, bahkan hingga kini. Jika kita menjelajahi Jawa Barat, kita tidak akan pernah menemui nama Gajah Mada di berbagai tempat, baik nama jalan atau gedung. Kemungkinannya adalah adanya dendam tak berujung atas peristiwa Perang bubat yang terjadi berabad silam. Atas kejadian tersebut, beberapa sumber menyebutkan bahwa menyebabkan adanya hubungan dingin antara Hayam Wuruk dengan Patihnya, Gajah Mada. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa Gajah Mada justru dipuji oleh Hayam Wuruk. Lagi-lagi keterbatasan sumber dan bukti itulah yang membuat peristiwa-peristiwa itu seakan masih menjadi misteri hingga kini. 

Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran sejak meninggalnya Mahapatih Gajah Mada (1364 M) dan Raja Hayam Wuruk (1389 M). Tidak adanya pengganti yang cakap serta banyaknya konflik keluarga kerajaan dalam perebutan kekuasaan menjadikan Majapahit semakin lemah. Satu persatu wilayah memisahkan diri dari Majapahit, seperti Kesultanan Malaka yang berdiri karena banyaknya pedagang islam yang banyak singgah di masa Majapahit, kesultanan ini selanjutnya memperluas wilayahnya dan menyebabkan banyak wilayah Majapahit yang ikut memisahkan diri, sehingga Majapahit kian lemah. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Kesultanan Demak yang semakin kuat untuk menyerang Majapahit. Sejarah Majapahit harus berakhir di bawah Adipati Unus (Kesultanan Demak) sekitar tahun 1518-1521 M. Sisa-sisa orang-orang Majapahit yang beragama Hindu-Budha ini, baik para pendeta, keluarga raja, para seniman, dan masyarakat Hindu lainnya diyakini melarikan diri ke Pulau Bali. Sedangkan menurut sejarah Majapahit, masyarakat Hindu yang masih bertahan di Jawa terpusat di daerah Tengger, Jawa Timur di kaki Gunung Bromo dan Semeru hingga sekarang. Dengan begitu, usai sudah cerita Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan Hindu-Budha terbesar dan terakhir yang berhasil menghuni Nusantara dan digantikan oleh kejayaan kerajaan-kerajaan Islam. 
Perwujudan Gajah Mada
Berbicara tentang Majapahit, tentu kita tak akan dapat melupakan peranan Gajah Mada. Mahapatih yang konon justru lebih terkenal dan berwibawa melebihi rajanya sendiri. Gajah Mada merupakan otak di balik luasnya wilayah kekuasaan Majapahit pada masa itu. Konon menurut beberapa sumber yang saya baca, Gajah Mada bahkan memutuskan untuk tidak beristri sebagai salah satu inti sumpahnya (tidak akan bersenang-senang) demi usahanya mempersatukan Nusantara. Meskipun masih belum bisa dipastikan kebenaran dugaan tersebut mengingat tidak adanya bukti mengenai siapa istri dari Gajah Mada. Nama Gajah Mada masih begitu misteri, mengenai dari mana asal usulnya, siapa orang tuanya, dan bagaimana ia bisa masuk ke lingkungan istana. Bahkan, ada beberapa yang menyebutkan bahwa Gajah Mada masih keturunan tidak langsung dari Raja Kertanegara. Sayang sekali, tokoh yang begitu kontroversial dan menjadi lambang kejayaan masa lalu tersebut hanya meninggalkan jejak sejarah yang sangat sedikit. 
Kolam Kuno Peninggalan Majapahit di Trowulan
Demikianlah mungkin yang dapat saya ringkas. Saya tidak dapat mencantumkan tahun-tahun pastinya serta detail keadaannya karena keterbatasan sumber yang saya baca. Mungkin sedikit kisah mengenai Kerajaan Majapahit ini akan membuka sedikit wawasan kita dalam memandang Nusantara sebagai Negara besar yang digambarkan pada masa Majapahit dengan sebutan gemah ripah loh jinawi. Negara kita, Nusantara ini, yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, pernah menjadi sebuah negara besar yang termahsyur dalam sejarah dan diagungkan hingga ke negeri seberang (sesuai dengan catatan-catatan dari negeri Tiongkok). Terlepas dari benar tidaknya penggambaran tersebut, kita patut berbangga dan menyelaminya sebagai semangat untuk membangun negeri ini agar kembali berjaya seperti gambaran pada masa Kerajaan Majapahit. Saya yakin, generasi penerus bangsa ini akan mampu mengembalikan kejayaan masa lampau itu kelak di kemudian hari. Jangan sampai kita yang sudah merdeka ini diperbudak secara diam-diam oleh asing, melalui eksploitasi kekayaan alam oleh negara asing. Seperti yang terjadi di Papua sana yang dikeruk habis sumber daya alamnya dan dibawa lari ke luar negeri melalui kerja sama legal, sementara rakyat kita itu masih hidup dalam kebodohan dan kemiskinan. Contoh tersebut bahkan dialami oleh hampir seluruh wilayah Nusantara yang dianggap kaya akan sumber daya mineral. Kita seakan hanya bisa menjadi penonton terkeruknya kekayaan alam Nusantara oleh asing. Demikian dan semoga menjadi bahan perenungan. 

Sumber : Wikipedia, google, dan situs-situs tentang Majapahit dengan perubahan

0 komentar:

Post a Comment