Seperti janjiku di postingan sebelumnya, aku akan melanjutkan cerita liburan singkatku bersama keluarga di kota Bangkok, Thailand. Setelah transit selama beberapa jam di Singapura di hari sebelumnya, Rabu tanggal 29 Mei 2019 pukul 08.45 waktu Bangkok, kami tiba di Bandara Internasional Suvarnabhumi. Kami sudah sedikit banyak mempelajari rute transportasi dari bandara menuju hotel yang telah kami pesan di kota Bangkok. Untuk memastikan kebenaran informasi yang kami dapatkan melalui media online, kami bertanya kepada petugas bandara di pusat informasi. Beruntungnya, salah satu dari mereka dapat berbahasa Inggris dengan baik.
|
Gambaran pintu keluar Bandara Suvarnabhumi |
Untuk memudahkan mobilitas dan komunikasi, kami membeli simcard lokal TrueMove yang konternya tersedia di bandara dengan harga 299 Baht yang katanya merupakan jaringan seluler terbaik di Thailand. Paketan data yang kami beli ini sangat cukup sih untuk akses internet selama di sana. Menurutku ini penting banget agar kita dimudahkan membaca peta secara online kapanpun dan dimanapun. Apalagi ini adalah kali pertama kami ke Thailand. Setelah selesai membeli simcard, kami mencari rute ke kota. Hotel yang kami pesan adalah Ibis Bangkok Riverside di tepian Sungai Chao Phraya. Hotel ini dapat kami capai dari Stasiun Saphan Taksin. Untuk menuju ke sana, pertama-tama kami naik ARL (Air Rail Link) yang menghubungkan Bandara Internasional Suvarnabhumi dengan kota Bangkok. Setelah itu kami akan berhenti di titik pemberhentian Phaya Thai Station dan melanjutkan perjalanan menggunakan BTS (Bangkok Mass Transit System) dan mengambil rute ke arah Saphan Taksin Station. Sebelumnya kami sempat berbelanja perlengkapan mandi di salah satu minimarket bandara. Rupanya harga-harga di sini tidak berbeda jauh dengan di Jakarta.
|
Turunan untuk menuju loket tiket ARL |
ARL nya sangat nyaman dan tidak terlalu padat, sama halnya dengan KRL di Jakarta saat bukan jam sibuk. Kami dapat melihat gambaran kota Bangkok dari balik jendela. Setibanya di Saphan Taksin, kami bergegas mencari rute jalan kaki menuju hotel. Kami mengira jarak hotel hanya 500 meter dengan berjalan kaki dari Stasiun Saphan Taksin. Namun rupanya jarak yang tertulis di Aplikasi Traveloka tersebut merupakan jarak yang diukur garis lurus dari stasiun ke arah hotel. Nyatanya, kami harus berjalan cukup jauh di siang terik itu. Selain itu, kami masih perlu untuk menyeberangi Sungai Chao Phraya dan berjalan beberapa ratus meter lagi menuju hotel. Bangkok di siang hari panasnya tidak bisa dianggap remeh. Baru beberapa menit tiba, Bangkok sudah memberikan satu pelajaran penting bagi kami, yaitu teliti dengan jelas lokasi hotel tempat menginap terutama bila memilih tinggal di area sekitar Sungai Chao Phraya. Kami juga baru tahu ternyata moda trasnportasi air di Bangkok sangat umum dipakai. Ongkos untuk penyeberangannya juga sangat murah dan baru dibayarkan ketika telah tiba di dermaga yang dituju. Lelah menyusuri sungai dan jalanan kota Bangkok di siang hari ditambah lelahnya transit di Singapura di hari sebelumnya rupanya membuat badan kami tak sanggup lagi menopang diri. Usai unpacking barang dan membersihkan diri, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak saja di hotel sampai badan kami pulih semua sebelum melanjutkan perjalanan.
|
Kamarnya lumayan luas dan menghadap langsung ke Sungai Chao Phraya |
|
Kasurnya nyaman dan bersih |
Kami mengira dapat langsung berjalan-jalan di hari pertama. Kenyataannya, kami baru bangun sore harinya menjelang petang. Bahkan anak kami juga tidur lagi dan baru minta nenen pukul 10.00 malam. Kami berusaha sesantai mungkin dalam membuat jadwal jalan-jalan menyesuaikan kondisi anak. Hari pertama kami korbankan tanpa pergi kemanapun, hanya makan KFC saja di hotel sambil sesekali melihat pemandangan dari balik jendela kamar. Kami juga memutuskan untuk istirahat lebih awal agar esok harinya badan kami lebih segar ketika jalan-jalan.
|
Masih takut-takut nyemplung |
|
Ada kakak cantik jadi semangat renang |
|
Mulai mau ke tengah kolam |
Hari kedua pun tiba. Kami hanya sahur dengan ayam sisa semalam karena ternyata hotel memberi kami makanan non halal. Sulit sekali menemukan makanan halal di sini. Kami tidak sempat mencicipi Tomyum halal karena tidak berhasil menemukannya. Tetapi aku berhasil mencicipi Thai Tea asli sini dan rasanya enak sekali. Usai menyuapi anak sarapan, kami memutuskan untuk berenang di hotel saja mengingat Bangkok sedang agak gerimis. Meskipun awalnya takut, Radif akhirnya bisa menikmati keseruan berenang di kolam renang hotel. Terlebih lagi saat ada anak kecil perempuan dari Korea yang datang menghampiri kolam tempat Radif berenang. Dia tidak berhenti memanggil kakak pada anak kecil perempuan itu dan berjalan menghampirinya tanpa rasa takut. Rupanya anak bayi juga bisa mendapatkan motivasi berenang dengan cara seperti itu. Kami pun tidak berhenti dibuatnya tertawa.
|
Konter tiket |
|
Pintu masuk Wat Pho |
|
Aturan Pakaian bagi pengunjung Wat Pho |
Setelah gerimis mulai reda, kami bersiap-siap menuju ke Wat Pho untuk melihat Sleeping Budha Statue (The Reclining Budha). Kali ini kami menggunakan moda transportasi online untuk menghemat waktu dan tenaga. Pada saat kami hampir tiba di Wat Pho, tiba-tiba saja sopir kami memutar mobil menjauhi area destinasi. Beberapa kali sopir tersebut mengucapkan kata-kata yang tidak kami mengerti seakan-akan hendak menjelaskan kenapa kami tidak langsung diturunkan di pintu masuk Wat Pho. Setelah kami pelan-pelan memahaminya, rupanya sopir kami tadi takut ditilang oleh polisi di dekat Wat Pho. Sebagai ucapan maaf, kami digratiskan ongkos taksi olehnya. Kami akhirnya melanjutkan perjalanan ke Wat Pho dengan berjalan kaki karena diturunkan tidak jauh dari Wat Pho. Sepanjang perjalanan kami mengamati tata bangunan di kota Bangkok yang tidak berbeda jauh dengan Jakarta terutama di area sekitar Monas. Hanya saja memang di setiap bangunan pemerintahannya dipajang foto pemimpinnya dalam ukuran raksasa. Pengunjung yang masuk ke Wat Pho harus mematuhi aturan berpakaian dengan tidak memakai celana pendek jeans bagi perempuan, sehingga disediakan peminjaman selendang untuk pengunjung yang salah kostum.
|
Tiket dan air mineral gratis |
|
Mandatory Picture di Wat Pho |
Harga tiket masuk Wat Pho sekitar 200 Baht untuk turis mancanegara. Selain mendapatkan tiket, pengunjung juga mendapatkan air mineral gratis. Kami pun segera berkeliling Wat Pho usai mendapatkan tiketnya. Banyak spot foto yang menarik di sana. Berhubung tempat ini merupakan tempat ibadah, pengunjung harus tetap mematuhi batasan-batasan yang telah ditentukan. Kami sebenarnya hanya ingin melihat patung The Reclining Budha yang terkenal itu. Rupanya tempatnya agak masuk ke dalam sehingga berulang kali kami memutar, kami tidak lekas menemukan lokasi patung tersebut. Di area ini banyak sekali turis lokal dan mancanegara yang berkunjung. Beberapa di antaranya terlihat rombongan pelajar yang melaksanakan study tour. Kami cukup terpuaskan dengan pemandangan kuil di sana sini dan patung-patung budha yang cantik. Meski kami akui memang tempatnya lumayan luas sehingga tidak sempat kami masuki satu persatu kuilnya.
|
Deretan patung budha nan cantik langsung menyambut pengunjung |
|
Salah satu bangunan kuil tempat ibadah |
|
Gambar informasi seputar tempat-tempat di Wat Pho |
|
The Reclining Budha ternyata memang sebesar itu |
Kami tidak lama berada di sana. Setelah menjumpai The Reclining Budha dan puas memasuki kuilnya sambil mengambil sebanyak-banyaknya gambar, kami bergegas melanjutkan perjalanan di hari itu. Menurut kami, tempat ini cocok sekali dijadikan alternatif wisata bersama keluarga atau pasangan. Selain kaya akan informasi, bangunan-bangunan yang ada di sana cukup bisa memanjakan mata. Bagi warga Thailand tentu saja wisata budaya semacam ini menambah kecintaan terhadap warisan budaya yang dimiliki oleh negara ini. Aku jadi ingat dengan candi-candi besar di Indonesia. Selanjutnya kami menuju ke Khaosan Road. Sebelum ke Khaosan Road, kami sempat mencari masjid untuk mennaikan ibadah sholat ashar.
|
Akhirnya menemukan masjid |
|
Lokasinya berada di gang sempit |
Masjid ini lokasinya lumayan tersembunyi dan harus menelusuri gang-gang sempit. Sesampainya di masjid, kami bertemu dengan orang Indonesia yang tinggal di sana. Mereka menawarkan kami untuk berbuka puasa di masjid saat magrib nanti. Kami tidak berjanji karena kami tidak terlalu lama berada di sana. Warga sekitar lumayan ramah sama seperti halnya di Indonesia. Kami ingat juga waktu pertama kali tiba di Bangkok, kami dibantu membawakan barang oleh orang setempat. Padahal barang kami lumayan berat. Aku bersyukur sekali selama di sini bertemu dengan orang-orang baik. Selepas sholat ashar, kami melanjutkan perjalanan ke Khaosan Road. Menurut yang kami baca di internet, Khaosan Road merupakan salah satu lokasi yang bagus untuk mencari oleh-oleh murah dan lengkap. Tanpa menunggu lama, kami pun memesan Tuk-Tuk menuju ke sana. Selama di perjalanan, tak hentinya aku membidik kamera pada setiap sudut kota Bangkok. Kota ini lumayan rapi dan tertata. Selain itu, kondisi jalannya tidak macet dan lumayan luas. Beberapa bagian kota memang tidak berbeda dengan kota-kota besar di negara Asia Tenggara lainnya yang pernah kami kunjungi. Kami cukup senang menikmati pemandangan kota Bangkok.
|
Naik Tuk Tuk |
|
Di semua bangunan pemerintah ada foto pemimpinnya dalam ukuran besar |
|
Snapshot Kota Bangkok |
|
Suasananya mirip Jakarta saat lengang |
Aku mau cerita pengalaman pertamaku naik tuk tuk. Menurutku transportasi ini kurang recommended untuk dinaiki. Selain sopir yang membawanya ngebut dan bikin mual penumpang, tempat duduknya juga kurang aman bila dinaiki anak-anak, ditambah lagi harganya juga mahal dan susah dinego. Namun bila penasaran, kalian bisa mencobanya mumpung berada di sini. Setibanya di Khaosan Road, kami membeli Mango Smoothing Ice untuk Radif. Di Thailand, kalian jangan sampai melewatkan untuk membelinya karena mangga di sini manis dan segar sekali. Radif juga sangat suka. Kami pikir Khaosan Road akan menjadi surga belanja kami di hari kedua, ternyata barang-barang yang dijual kurang banyak pilihan dan harganya juga agak mahal. Kami yakin masih bisa mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih bagus daripada memutuskan belanja di sini. Kami mencoba bolak-balik mengitari kawasan ini namun tidak menemukan oleh-oleh yang kami cari. Lelah berjalan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang saja karena sebentar lagi magrib. Kami memesan Grabcar dari depan DHL, semacam biro jasa pengiriman di Thailand. Nah saat itu, suamiku sempat salah pilih titik penjemputan yang membuat driver kami kebingungan. Akhirnya setelah putar arah menuju titik penjemputan yang benar, kami dapat pulang kembali ke hotel.
|
Titik penjemputan yang sebenarnya |
|
Plang Khaosan Road |
|
Tempatnya penuh dengan baliho-baliho |
|
Ada kendaraan semacam bajaj juga di sini |
|
Suasana Khaosan Road |
Malam harinya kami berencana ke Asiatique untuk membeli oleh-oleh yang belum berhasil kami dapatkan di Khaosan Road. Posisi hotel kami sebenarnya lumayan dekat dengan Asiatique. Namun sayangnya, malam harinya Bangkok diguyur hujan sangat lebat. Kami pun mengurungkan niat pergi kesana. Kami jadi sedih karena malam itu adalah satu-satunya kesempatan kami ke Asiatique. Asiatique hanya buka menjelang petang, sedangkan besuk sore kami sudah harus kembali ke Jakarta. Kami mencoba menghibur diri dengan menjadwalkan ulang rencana besuk paginya. Kami akan ke Wat Arun dan membeli oleh-oleh di sana.
|
Cantik sekali semacam Prambanan versi putih |
|
Oleh-oleh baju murah khas Thailand |
|
Oleh-oleh suvenir murah khas Thailand |
|
Terlihat indah dengan background langit biru |
Berhubung hari terakhir jatuh pada hari Jumat. Suami harus sholat Jumat terlebih dahulu sebelum ke Wat Arun. Sementara menunggu suami sholat Jumat, aku dan Radif berkeliling ke Wat Arun. Tempatnya tidak begitu luas tapi cantik sekali. Ditambah lagi cuaca sedang sangat cerah menambah sempurna hasil jepretan kamera. Beberapa kali aku berfoto
selfie mengambil
spot-spot cantik di Wat Arun sampai ada salah satu turis lokal menawarkan bantuan kepadaku untuk mengambil foto. Setelah berkeliling di area sekitar bangunan utama, mataku membidik salah satu pojok yang banyak terdapat kios oleh-oleh berderet rapi di pinggir. Aku langsung bergegas mencari oleh-oleh yang ku butuhkan. Akhirnya aku menemukan tempat yang kami cari-cari dari kemarin. Penjual di Wat Arun terkenal bisa berbahasa Indonesia dan mau menerima mata uang Rupiah. Aku menemukan salah satu penjual yang sangat ramah dan enak untuk dinego harga. Baju-baju yang dijual juga bagus dan banyak variasinya. Akupun membeli beberapa untuk orang rumah. Setelah suami selesai sholat, suami ikut bergabung denganku memilih oleh-oleh untuk keluarga. Bahkan kalung pesanan mertua berhasil kami dapatkan dengan harga yang lebih murah. Aku baru tahu kalau Wat Arun selengkap itu. Bagian dalamnya terdapat pasar yang tersembunyi yang menjual aneka tas, selendang, dan pernak-pernik khas Thailand dengan harga terjangkau. Buat kalian yang ke Bangkok, ku sarankan untuk mengunjungi tempat ini. Setelah puas berbelanja, kami pun kembali ke hotel untuk berkemas. Sore harinya kami
check out dan melanjutkan perjalanan menuju Bandara Internasional Dong Mueang mengejar jadwal penerbangan malam maskapai Thai Lion.
|
Saatnya berkemas pulang ke Jakarta |
Aku bersyukur sekali karena penerbangan malam kali ini berjalan lancar. Radif bisa tidur pulas dan kami juga bisa ikut beristirahat karena esok harinya masih harus mengikuti upacara Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni 2019. Sebelum terbang, kami sempat mencicipi
mango sticky rice khas Thailand di bandara. Rasanya enak sekali ternyata, berbeda dengan yang pernah kami beli di Indonesia. Ohya, sebagai penutupnya, aku mau memberi tahu kalau perjalanan liburan kali ini kami menghabiskan dana sekitar 15 juta rupiah. Aku tidak akan merincinya kali ini. Sebenarnya bisa lebih murah bila kami membeli tiket jauh-jauh hari. Bagaimanapun, kami tetap merasa senang dengan liburan singkat kali ini.
0 komentar:
Post a Comment