, ,

Dilema Part I

Berada jauh dari kampung halaman sering kali membuatku merasa dilema. Banyak kondisi yang membuatku harus memilih. Sejujurnya, aku ingin melakukan semua pilihan itu dalam satu waktu. Namun, keterbatasan-keterbatasan yang ada di tempat rantau membuatku harus belajar berhitung dan menimbang keputusan. Salah satunya mengenai rencana liburan. 

Benar, tidak masalah kemanapun perginya, yang terpenting adalah dengan siapanya kita pergi. Namun, hal demikian tidak selalu berlaku. Ada kalanya, aku bosan dengan kegiatan yang hanya itu-itu saja atau tempat rekreasi yang hanya disitu-situ saja. Melihat linimasa teman-teman yang tinggal di kota besar, mampu melakukan banyak hal yang tidak bisa aku lakukan, namun sangat ingin aku lakukan, sering kali membuatku mempertanyakan keadilan. Manusiawi apabila kita kerap membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang-orang yang mampu kita jangkau keberadaannya. Lelah rasanya karena sulit sekali untuk menemukan syukur. Padahal, kita juga sama-sama tidak pernah tahu permasalahan apa yang kini tengah mereka alami. Kadang kala, dalam kesederhanaan keadaan, fisik kita justru diberi kesempatan istirahat sebanyak-banyaknya. Kita memang sering lupa nikmat yang satu itu.

Salah satu masalah klasik tinggal di tempat rantau yang jauh dari peradaban ibu kota adalah mahalnya biaya perjalanan mudik dan liburan lintas pulau atau lintas negara, belum lagi yang memerlukan beberapa kali transit. Dampak naiknya harga tiket pesawat domestik juga memperparah keadaan. Benar memang ada banyak alternatif tempat berlibur di sekitar sini, namun bagaimana jika sebenarnya yang sangat ingin kita jelajahi adalah kota lain yang jauh dari tempat kita kini berada. Sering kita beranda-andai, ah andai saja aku penempatan kota itu mungkin aku bisa kesana-sini semauku tanpa terlalu pusing memikirkan waktu dan biaya. Ah andai saja aku tinggal di homebase, tentu aku bisa membeli ini dan itu dengan mudah. Terlalu banyak seandainya yang datang menghampiri pikiranku kala bosan dan jenuh. Celakanya, aku sering kali tidak menemukan jawaban atau obat atas kegundahanku itu. Lamunanku tidak pernah selesai pada tanda titik, selalu menyisakan tanya bagaimana dan kapan. Aku hanya ingin seperti yang lain.

Seperti yang lain itu siapa? Bukankah yang harus tinggal jauh dari rantau tidak hanya aku? Bukankah seharusnya mereka juga berada di keadaan yang sama denganku kini. Mengapa mereka terlihat tidak sedang bimbang dan dilema sepertiku, memikirkan keinginan ini dan itu yang tak tentu. Apa hanya aku saja yang kurang bersyukur. Apa hanya aku saja yang banyak maunya. Apa hanya aku saja yang playing victim? Tolonglah, aku bahkan tidak paham. Jika aku paham, mana perlu aku menulis kegundahanku ini di blog.

Liburan ke luar negeri selalu menjadi salah satu top list impian yang selalu ingin ku lakukan setiap tahun. Ku harap aku selalu punya destinasi negara baru untuk dijelajahi. Namun acapkali, dompet dan jarak menahanku untuk nekat pergi. Aku selalu berpikir, aku mampu ke negara ini dan itu jika saja aku penempatan homebase, jika saja aku tinggal di ibu kota. Tapi bukankah aku sendiri tidak suka dengan ibu kota? Terkadang aku ingin memiliki dua hal sekaligus, kenyamanan tinggal di daerah seperti yang kini ku rasakan dan kesempatan yang luas untuk berkembang dan jalan-jalan ke berbagai destinasi kesukaanku. Tentu saja itu tidak bisa ku dapatkan sekaligus bila aku tinggal di ibu kota. Aku sungguh rakus sebagai manusia. Lalu, bagaimana dengan homebase? Tentu aku tidak boleh terlalu berharap karena aku belum mendekati usia pensiun. Begitulah isi kepalaku setiap kali aku ingin pergi berlibur jauh dari tempatku kini berada. Tentu saja, sering kali hanya berakhir dengan tanya kapan dan bagaimana.

Untuk kalian yang sedang tinggal di homebase, bekerja dekat dengan keluarga atau menikmati kenyamanan di kantor pusat di ibu kota sana, aku tidak berharap kalian untuk selalu bersyukur, karena mungkin, permasalahan kita bisa jadi berbeda. Semoga, kita kelak diberi SK ke kota impian.

0 komentar:

Post a Comment