Euforia kelulusan baru saja usai. Saatnya mengemasi segala perbekalan menuju gerbang kehidupan yang sebenarnya. Meskipun saya menempuh pendidikan (taraf DIII) di sebuah sekolah kedinasan, hal tersebut nampaknya tidak menjadi pengecualian bagi saya dan teman-teman untuk tetap menghadapi realita freshgraduate pada umumnya, yakni mengenyam masa-masa menjadi pengangguran. Kelanjutan kisah penempatan angkatan kami masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Kemenpan dan Kemenkeu. Proses tersebut dapat memakan waktu berbulan-bulan bahkan mungkin satu tahun. Oleh sebab itu, sementara ini mau tak mau predikat pengangguran harus melekat pada diri kami.
Well, untung saja kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Selang berapa hari pascakelulusan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menawarkan kerja sama magang kepada lulusan STAN yang baru saja lulus melalui kontrak tiga pihak, yakni Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, BPKP, dan STAN. Tentu saja hal tersebut disambut dengan baik oleh pihak Lembaga STAN maupun lulusannya sendiri. Meskipun hanya tiga bulan, kami cukup antusias mendaftar. Pertimbangannya hanya dua: daripada bosan menganggur dan income yang ditawarkan cukup lumayan untuk ukuran kantong mahasiswa (meskipun kami bukan lagi mahasiswa). Kebetulan, saya menjadi salah satu lulusan yang tertarik untuk mengikuti kerja sama magang tersebut. Jadilah, saya dan teman-teman yang turut serta tersebut terikat perjanjian selama tiga bulan sebagai Tim Pendampingan Sensus BMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2013. Selama tiga bulan itulah saya harus berkutat dengan macetnya ibu kota serta padatnya commuterline dari stasiun Pondok Ranji-Tanah Abang-Rajawali maupun sebaliknya setiap hari.
Kelompok 36 |
Tugas dan Fungsi kami dalam proyek lima tahunan ini adalah sebagai pendamping Sensus BMD bagi para UPB pada masing-masing UPT atau SKPD. Tugas kami sebagai pendamping tersebut cukup beragam. Kebetulan saya dan 19 orang yang tergabung dalam dua kelompok mendapat penempatan di Posko 7 yang terletak di Jalan Gunung Sahari Raya No. 11, Jakarta Pusat yang khusus melayani 69 UPB di bawah tiga Dinas, yakni Dinas Sosial, Dinas Pertanian dan Kelautan, dan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanganan Bencana.
Tugas kami selama kurang lebih tiga bulan terhitung dari tanggal 15 September 2013 hingga 15 Desember 2013 lalu tersebut dapat sedikit saya rangkum menjadi beberapa poin di bawah ini.
- Pemberian penjelasan mengenai tahapan Sensus BMD sesuai Peraturan Gubernur selama tahap konsultasi kepada UPB di tiap-tiap posko dimana kami ditempatkan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing hingga mereka benar-benar paham,
- Pengecekan kesesuaian dokumen-dokumen sensus BMD, yakni Kartu Inventaris Barang (KIB) A s.d. F, Daftar Barang Hilang, Daftar Barang Extracomptable yang sudah dikeluarkan dari KIB induk, Daftar Barang Rusak Berat, Bukti Validasi atau Surat Pernyataan Sensus, Kartu Inventaris Ruangan, Bukti Foto Barang dan google map untuk tanah hingga dokumen-dokumen pendukung seperti BAST (Berita Acara Serah Terima), SPK (Surat Perjanjian Kontrak), dll yang harus dilampirkan selama sensus baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy yang sudah dilegalisasi oleh Kepala UPT atau SKPD yang bersangkutan dengan dibumbuhi stempel atau materai. Proses ini berlangsung paling lama karena banyaknya UPB yang masih sering salah ketika mengumpulkan seluruh dokumen sensus ke posko hingga karena petimbangan waktulah akhirnya kami juga yang harus turun tangan untuk menyelesaikannya sendiri. Keseluruhan proses pengecekan inilah yang nanti akan kami tuangkan menjadi data Verifikasi I,
- Setelah selesai dengan kebenaran dokumen-dokumen tersebut, kami melakukan sampling atau pengecekan terhadap keberadaan barang-barang yang tercantum dalam KIB tersebut satu persatu langsung di lokasi UPT atau SKPD yang bersangkutan agar kami yakin bahwa data yang diberikan tidak salah atau mengada-ada. Tahapan ini lumayan melelahkan. Kami harus berkeliling ke UPT-UPT atau Dinas yang menjadi ampuan kami. Bayangkan saja, UPT atau Dinas tersebut tersebar di Jakarta Utara, Selatan, Barat, Timur, dan Pusat yang mau tak mau harus kami datangi satu persatu. Untung saja, tanggung jawab UPB untuk menjemput kami telah menjadi kesepakatan di awal, sehingga kami tak perlu pusing mencari rute menuju tempat-tempat yang awalnya masih awam buat kami tersebut. Selanjutnya, kami harus menindaki hasil sampling di lapangan yang ternyata masih perlu banyak pembenahan terhadap dokumen-dokumen yang mereka kumpulkan. Hal ini terjadi ketidaktelitian atau kurangnya keterbukaan UPB terhadap barang-barang milik daerah tersebut, belum lagi jika kami harus melakukan pencacahan ulang karena kurang maksimalnya pekerjaan UPB. Dan, hal tersebutlah yang saya alami,
- Membuat laporan perkembangan sensus baik selama konsultasi maupun pascasampling pada masing-masing UPT atau SKPD untuk dirangkum menjadi data pelengkap pada Verifikasi I dan Verifikasi II, kemudian dicek dan diserahkan kepada pihak BPKP,
- Setelah semua data sudah dipastikan kebenarannya, pekerjaan berat yang sesungguhnya ternyata baru dimulai. Kami harus membantu UPB membuat Berita Acara Rekonsiliasi Aset dan lampiran-lampirannya yang sangat beragam dan kompleks. Pada proses inilah KIB Audit BPK tertanggal 31 Desember 2012 dijadikan sebagai data pembanding. Membuat BA Rekonsiliasi ternyata bukan pekerjaan yang ringan. Kesulitan tersebut diantaranya terjadi karena keterlambatan informasi dari Posko Pusat mengenai kelengkapan dokumen sensus yang harus dikumpulkan, serta format BA yang terus mengalami pembaharuan. Selain itu, Daftar Kode Ring dan Bukti Validasi yang sebelumnya belum pernah dibahas tiba-tiba saja dijadikan salah satu persyaratan. Akhirnya Posko kami sepakat membuat Bukti Validasi serupa dengan Surat Pernyataan Sensus dan hal tersebut diamini saja oleh Ketua Posko.
Dari semua tahapan sensus di atas, nampaknya membuat BA Rekonsilasi, salah satu bagian finishing sensus tersebut adalah tahapan yang paling berat. Saya akan menggambarkan betapa hal tersebut tidak seharusnya kami yang mengerjakan. Membuat BA rekonsiliasi berarti kita harus mengetahui dan paham benar mengenai barang-barang UKPD/SKPD secara detail.
Padahal, biasanya hanya UPB lah yang bisa menjelaskan seluk beluk barang tersebut sebagai acuan kami agar dapat menempatkannya secara tepat sebagai selisih lebih atau kurang. Terlebih lagi terkadang ada UPB yang mengganti nilai perolehan barang tanpa sepengetahuan kami, sehingga berbeda dengan nilainya pada KIB Audit BPK 2012, hingga kasus ketidakjelasan serah terima antara UPT dengan Dinas yang berlarut-larut tanpa penyelesaian. Banyak pula kasus aset-aset yang terlanjur sudah rusak berat tetapi belum pernah dicatat, sehingga timbul menjadi aset baru selama sensus. Berbagai macam kasus seperti itulah yang baru bisa ketahuan pada saat rekonsiliasi. Hal tersebut membuat kami harus berkali-kali mencetak dokumen, memeriksanya kembali, mencetak lagi, menjelaskan BA Rekonsiliasi sampai bisa diterima dan ditandatangani oleh pihak BPKD, BPKP maupun Inspektorat. Belum lagi kalau ada kesalahan typo nama dan sebagainya, hingga salah jumlah, sehingga UPB kami harus bolak-balik ke Posko.
Tim Damkar-PB |
Segala kerumitan masalah Rekonsiliasi inilah yang menyebabkan kami harus mengikuti perpanjangan kontrak selama seminggu terhitung mulai dari tanggal 16 Desember 2013 s.d 20 Desember 2013 untuk menyelesaikan pembuatan BA Rekonsiliasi. Selama kurun waktu itulah kami harus begadang hingga pagi untuk menyelesaikan pembuatan BA Rekonsiliasi. Well, Meski sulit akhirnya target tersebut dapat kami penuhi. Saya pun bisa lega memesan tiket pulang kampung karena saya sudah hampir lima bulan tidak pulang. Saya harus meninggalkan UPB-UPB yang sebenarnya sangat baik hati dan perhatian terhadap kami. Saya pun hanya cukup memastikan seluruh dokumen mereka lolos pemeriksaan.
Di balik seluruh kerumitan pekerjaan proyek tersebut terselip banyak sekali pengalaman yang tak akan saya lupakan. Pengalaman yang tidak akan saya dapatkan jika saya hanya menganggur di rumah selama tiga bulan. Keluarga baru. Ya, mungkin itu salah satunya. Kebetulan sekali UKPD/SKPD yang saya tangani adalah Dinas Sosial dan Panti-panti Sosial Asuhan Anak yang selama tiga bulan ini menyambut kami selayaknya keluarga sendiri.
Tim Dinas Kelautan dan Pertanian
Berkomunikasi setiap hari dengan mereka, mendengarkan keluh kesah mereka yang tidak mendapat honor tambahan sebagai UPB, membantu mereka menyelesaikan pekerjaan, hingga ajakan untuk berkunjung sewaktu-waktu kapanpun kami mau. Meski sering kesal, lelah, penat, bosan dengan segala trik dan rumitnya pekerjaan ini, saya tentu saja tidak akan melupakan bagaimana sulitnya menjalin kerja sama dan membangun chemistry dengan para klien saya tersebut selama sensus.
Saya tentu tidak akan melupakan bagaimana keramahan panti-panti tersebut dalam meyambut kedatangan kami, memperkenalkan kami pada aneka kuliner dan tempat wisata menarik di sekitar mereka, menolak dengan halus pemberian uang tip yang mereka berikan sebagai uang transportasi hingga bagaimana karakter-karakter UPB-UPB dengan berbagai permasalahan mereka. Tentang bagaimana Pak Edi, operator PSAA Putra Utama 5 Duren Sawit yang rajinnya melebihi UPB yang sebenarnya sampai harus rela begadang berhari-hari lantaran banyak barangnya yang dobel catat saat audit BPK 2012. Pak Alan dan Pak Arif, duet UPB dan operator PSAA Putra Utama 2 Plumpang yang sempat putus asa karena TU dan Kepala Pantinya kurang kooperatif pada saat pencacahan. Bu Lasmi dan Mas Ikhsan, UPB maupun operator PSAA Putra Utama 4 Ceger yang sempat harus bolak-balik mengumpulkan BAST. Bu Murtini, UPB paling rajin dari PSAA Putra Utama 1 Klender yang harus begadang selama dua hari di Posko lantaran salah informasi mengenai barang extracomptable pada saat penyusunan BA Rekonsiliasi. Pak Gunawan dan Pak Teddy, UPB pengganti dan operator PSAA Putra Utama 3 Tebet yang paling bisa kami andalkan karena cepat mengerti dan mampu mandiri mengerjakan BA Rekonsiliasi meskipun harus kami revisi di beberapa bagian. Ibu Nurlena, UPB PSAA Putra Utama 6 Cengkareng yang sudah menganggap kami seperti keluarga sendiri. Beliau harus berjuang sendiri bolak balik naik motor dari kawasan terpadat di Jakarta, yakni Jakarta Barat. Saya tidak dapat membayangkan kalau harus menghadapi sulitnya rute transportasi umum ke Jakarta Barat setiap hari. Semoga saja pembangunan MRT lekas selesai, sehingga akses ke sana menjadi lebih mudah.
Pak Eno Karseno, UPB paling mandiri dan jujurnya membuat kami terkesan. Beliau harus sendirian mengurusi sensus tiga panti di tiga daerah yang berbeda yang disatukan menjadi PSAA Balita Tunas Bangsa Cipayung tetapi tetap dapat tepat waktu mengumpulkan berkas. Dan yang terakhir, Pak Haerun. UPB Dinas Sosial ini yang paling sibuk karena harus mengompilasi seluruh data Panti-panti di bawah Dinas Sosial. Beliau harus membuat banyak sekali surat pernyataan terkait banyaknya kasus dobel catat tanah dan bangunan SKKT. Saya sangat bersyukur dapat membantu mereka dengan tepat waktu, sehingga kelak mereka tidak perlu lagi bolak-balik tidak pasti ke Posko Pusat.
|
0 komentar:
Post a Comment