Di umur yang sebentar lagi
memasuki silver age dan bahkan sudah
berumah tangga, agaknya membicarakan kisah cinta menjadi sedikit terdengar
menye-menye dan apalah-apalah. Hahaha, but
it’s fine then. It doesn’t always make you seem to be hopeless romantic though. It's normal.
Dari dulu, aku bukan tipikal
orang yang bisa dengan mudah curhat panjang lebar ke orang lain mengenai kisah cinta. Entahlah,
aku selalu merasa bahwa kisah cintaku tidak cukup menarik untuk diceritakan.
Bahkan olehku sendiri. Kalau ku ingat-ingat lagi, kayaknya aku belum pernah
curhat tentang masalah percintaanku years
back, like for what? Ini bukan
soal kisah cinta naksir-naksir alay gebetan lho ya, tapi tentang hubungan yang
sedang benar-benar dijalani. Kalau naksir-naksir alay mah buat seru-seruan unyu-unyu
sama teman-teman saja biasanya. And, I
guess every teenagers experiences. Terkadang saat aku kepancing untuk
cerita, bukan cerita yang panjang lebar lho ya, ujung-ujungnya pasti nyesel
sendiri. Biar apasih gitu. I’m really talkative
but I’m not really good in speaking and telling. Am I an introvert? Not really.
Aku penganut prinsip, mendingan orang mengetahui kapan permulaan dan kapan akhirnya saja. Meski demikian, aku selalu tertarik kok dengan kisah cinta orang lain, misalnya saja bila ada teman atau sahabat yang kebetulan menjadikanku teman curhatnya. Menjadi pendengar curhatan teman soal kisah cinta tidak harus berpengalaman juga tentang percintaan sih menurutku. Syaratnya yang penting punya telinga buat siap mendengarkan saja. Saat masih duduk di bangku SMP-SMA, aku sudah sering menjadi teman curhat teman-temanku tentang kisah percintaan mereka padahal aku sendiri belum pernah mengalami. Biasanya sih, orang curhat hanya ingin mencari tempat untuk mencurahkan beban di kepala dan hatinya saja supaya lebih lega. Mereka hanya butuh didengarkan saja dengan tulus dan mendapat jaminan bahwa rahasia mereka aman.
Pada dasarnya, mereka yang mempunyai
masalah percintaan tidak benar-benar butuh solusi dari orang lain because they have already had their own
choices and ways to solve it. Saran kita pun tidak akan sungguh-sungguh
didengarkan juga kecuali bila memang mereka datang untuk meminta solusi. Jadi,
saat mendengarkan mereka bercerita, ada baiknya kita tidak perlu terlalu sok
tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan.
Biarkan saja mereka bercerita sepuas mereka hingga esensi curhatnya
tersampaikan, yaitu lega. Tidak perlu juga membela atau menyalahkan pihak kedua
yang menjadi tokoh dalam cerita temanmu yang biasanya adalah pasangan atau
gebetannya. Lagipula, nggak ada yang baik juga dari sikap ngompor-ngomporin orang
anyway. Sebaiknya, kita cukup menjadi
orang yang berdiri di tengah-tengah mereka saja. Balik lagi dari awal bahwa
tujuan mereka curhat biasanya hanya agar hatinya lega saja. Bukan malah dikasih
solusi sok tahu apalagi judgmental dari
kita yang bahkan menjalaninya saja enggak.
Meskipun kebanyakan orang datang
bercerita hanya untuk didengarkan saja, beberapa juga datang benar-benar ingin
meminta saran atau masukan. Terkadang, saat mendengar sahabat atau teman baik
kita curhat, sisi seksis kita mengajak untuk membela teman kita tersebut yang
notabene adalah sama-sama perempuan. Aku pun sering kali seperti itu. Merasa
bahwa teman atau sahabatku diperlakukan dengan tidak adil. Then, what? Mau kita membela seperti apapun, tidak menyelesaikan
masalah juga anyway karena toh nanti ujung-ujungnya
mereka akan berbaikan juga dengan pasangannya, lalu siapalah kita selanjutnya?
Hanya menjadi seseorang yang terlihat sok tahu saja. Jadi, ketika memberikan
saran atau masukan, berusahalah menahan diri sebisa mungkin untuk tidak berdiri
pada satu sisi. Bersikaplah sebagai seorang penengah. Belajar untuk melihat
segala sesuatu tidak hanya dari satu sisi saja. Itulah mengapa, memberikan
saran atau nasihat itu butuh sesuatu bernama kebijaksanaan. Nggak semua orang
punya dan bisa memakainya di saat yang tepat.
Apa sih takaran keberhasilan kita
dalam memberikan masukan atau menjadi pendengar curhatan teman? Hubungan
sahabat atau teman dengan pasangannya langgeng? Balikan? Ah enggak gitu juga. Aku
sendiri juga tidak bisa mengukurnya
karena yang bisa merasakan hasilnya adalah orang yang curhat itu sendiri.
Lagipula, menurut sepenglihatanku, bercerita kepada seseorang itu sebenarnya
lebih kepada perasaan nyaman saja. Kita itu nyamannya berbagi dengan siapa. Mau
solutif atau tidak, kita juga akan kembali ke orang yang sama. Entah karena
males gonta-ganti teman curhat atau memang sudah percaya pada orang yang sama.
Biarkan mereka menakar sendiri kisah cintanya aman dibagikan kepada siapa. Ada
beberapa orang yang bahkan nyaman-nyaman saja berbagi kisah cintanya kepada
banyak orang. Entah dekat atau tidak. Orang kan memang macam-macam tipenya.
Hanya memang sebagai teman baik atau sahabat, kita sering kali lebih vocal untuk
memberi nasihat kepada sahabat kita apabila kita merasa apa yang dijalaninya
tersebut sudah tidak sehat lagi untuk hati dan pikiran serta masa depannya. Realistis saja. Lagipula, siapa sih yang ingin melihat sahabatnya berakhir tidak bahagia? After all this time, nope.
Balik lagi soal kisah cinta,
meskipun aku bukan tipikal orang yang suka curhat tentang kisah cintaku. Bukan
berarti kisah cintaku tidak indah atau kurang unyu untuk diceritakan. Setidaknya kisah
cinta sejati lho ya (ehem). Aku percaya satu hal, selain cinta sejati kedua
orang tua kita atau saudara-saudara kita, kita berhak mendapat cinta sejati
juga dari orang asing yang biasanya kita sebut sebagai soulmate, pasangan hidup atau jodoh kita. Menurutku itu saja yang
patut untuk diingat, sisanya cukup diambil pelajarannya saja. Aku percaya bahwa
setiap orang punya kisah cinta sejatinya masing-masing, pasti. Tinggal masalah waktu saja. Bukan sok
dramatis ya, bukankah dalam agama juga dijelaskan bahwa jodoh itu sudah diatur bahkan
sejak kita masih dalam kandungan? I have
my own love story. It’s a happy story for me and I don’t think to share it
offhandedly and clearly to anyone. Better to keep it to my self for the best
part. Sisanya yang seperlunya saja dibagikan. Ya, membagi kisah percintaan
terkadang juga menyenangkan kok. Dan, sebaiknya tidak berlebihan. Being romantic is not really my thing, but I love giving sweet things to my partner only to show how much I love him. Fortunately, we both do the same way.
Anyway, lagi iseng ngetik-ngetik postingan ini tiba-tiba teman-teman kantor sedang asyik membahas kisah percintaan bendahara kantor lalu berakhir dengan kepo-kepo kisah percintaanku dengan suami. Duh, ku sebaiknya melipir saja daripada kepancing terus malu sendiri sama suami. Haha, by the way sebenarnya apasih yang sedang ku bicarakan ini. Emak-emak kok ngomongin bahasan ABG. Enough.
I'm thinking 'bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe just the touch of a hand
Oh me, I fall in love with you every single day
And I just wanna tell you I am
-Ed Sheeran
Credit gambar: unsplash.com
Anyway, lagi iseng ngetik-ngetik postingan ini tiba-tiba teman-teman kantor sedang asyik membahas kisah percintaan bendahara kantor lalu berakhir dengan kepo-kepo kisah percintaanku dengan suami. Duh, ku sebaiknya melipir saja daripada kepancing terus malu sendiri sama suami. Haha, by the way sebenarnya apasih yang sedang ku bicarakan ini. Emak-emak kok ngomongin bahasan ABG. Enough.
I'm thinking 'bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe just the touch of a hand
Oh me, I fall in love with you every single day
And I just wanna tell you I am
-Ed Sheeran
Credit gambar: unsplash.com
0 komentar:
Post a Comment