,

Tantangan Mendidik Anak Bagi Generasi Milenial


Generasi Milenial (Millenials) adalah sebutan yang biasa popular untuk menggantikan istilah generasi Y, yaitu generasi yang lahir pada rentang tahun 1980—2000. Generasi yang katanya paling banyak eksis menghuni dunia maya (social media) dengan gaya-gaya kekiniannya. Ada yang memberikan pengaruh positif (good influencer) namun tak sedikit pula yang viral karena pengaruh negatifnya (bad influencer). Kekhawatiran para orang tua terhadap fenomena tingkah laku generasi milenial ini sempat menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi setiap keluarga. Lalu, bagaimana sepak terjang generasi milenial sendiri ketika nanti menjadi orang tua?

Beberapa hari ini, saya dan suami sedang sering berdiskusi ringan mengenai pola asuh anak. Kami memang belum resmi menjadi orang tua, namun tidak ada salahnya untuk mulai mengumpulkan ilmu-ilmu parenting dari berbagai sumber. Pesatnya perkembangan internet di era globalisasi memang memberikan banyak dampak positif yang memudahkan kehidupan. Salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan akan informasi. Terlebih lagi, dengan semakin menjamurnya beragam media sosial, informasi-informasi dari berbagai sumber di internet  dapat dengan lebih mudah ditemukan dengan lengkap dan rinci. Cukup dengan hanya mengikuti atau mengklik subscribe pada  akun-akun yang kita inginkan. 

Beberapa waktu belakangan ini, media sosial instagram sedang ramai mengidolakan gaya parenting ibu Retno Hening Palupi dalam mendidik putri sulungnya, Mayesa Hafsah Kirana. Gadis kecil yang kini sudah hampir menginjak usia 4 (empat) tahun tersebut terkenal dengan gaya polos, lucu, dan pintar dalam kesehariannya. Meskipun sedang berjuang untuk pulih dari penyakit eksimnya, Kirana (nama panggilan Mayesa Hafsah Kirana) kecil bahkan dapat secara tidak langsung mengajarkan kepada kita tentang kesabaran. She teachs us roundabout way about patience. Cara ibu Retnohening mendidik putrinya dengan lembut sekaligus berperan langsung sebagai teman bermain Kirana rupanya memberikan banyak komentar positif dari netizen hingga muncul berbagai akun penggemar Kirana. Hasil didikan ibu Retnohening pada Kirana sejauh ini dapat dilihat dan ditonton dalam video-video yang diunggah di laman instagramnya. Sering kali, ibu Retnohening mencantumkan caption yang berisi cerita atau cara beliau mendidik Kirana. Terkadang isinya cerita kocak dan lucu mengenai tingkah kirana namun tak jarang pula cerita yang menyentuh hati. Saya sering kali berhasil dibuatnya terharu. Jujur saja, saya juga merupakan salah satu pengagumnya. Like, siapa sih yang nggak sayang sama Kirana? 

Saya mulai mengikuti akun ibu Retnohening pada pertengahan tahun 2016. Salah seorang teman saya di rumah dinas menunjukkan pada saya video-video lucu Kirana hingga membuat saya ikut tertarik menyimak. Sejak itulah, setiap kali saya membuka instagram, akun Kirana tidak pernah lupa saya tengok. Terkadang, saya sampai hafal dialog-dialog yang Kirana ucapkan karena saya putar ulang terus.

Kirana sudah sangat akrab dengan buku sejak bayi. Sang ibu bercerita bahwa beliau selalu mengajak Kirana berbincang-bincang atau membacakannya cerita sejak bayi. Meskipun saat itu Kirana belum bisa berbicara dan hanya mengucapkan bahasa-bahasa bayi yang cenderung tidak dapat dimengerti, ibu Retnohening menanggapinya sungguh-sungguh seolah-olah paham. Sang ibu menganggap bahwa bahasa bayi Kirana merupakan cara dia berkomunikasi dengan orang lain. Tak mengherankan jika di umurnya yang masih sangat kecil, Kirana sudah pintar sekali bercerita. Bahkan konten cerita yang disampaikan oleh Kirana tersebut terbilang berbobot. Tak jarang dia bercerita tentang dunia sains, pengetahuan umum, ide-ide cerdas, dan bahkan pengenalannya terhadap agama. Bayangkan saja bahwa kalimat-kalimat cerdas dan polos tersebut keluar dari mulut gadis kecil yang bahkan belum genap berusia 4 (empat) tahun. Dari sekian banyak akun selebgram anak-anak, Kirana ini masih yang paling fenomenal menurut saya. Tingkahnya natural tanpa paksaan skrip. Caranya dia dididik terasa tulus tanpa terkesan dibuat-dibuat agar bisa booming. Dia adalah paket komplit dalam bentuk seorang balita.

Sebenarnya, keresahan menjadi orang tua yang baik sering kali muncul setiap kali saya menonton video-video Kirana. Tak dapat dipungkiri bahwa gaya parenting ibu Retnohening ini banyak memberikan inspirasi pada ibu-ibu muda atau tepatnya para orang tua baru yang berasal dari generasi milenial. Berbagai fenomena positif atau negatif yang viral di media sosial, memberikan sumbang sih keresahan bagi orang tua masa kini. Melihat contoh dan hasil yang sangat baik dari didikan ibu Retnohening pada Kirana membuat kita mematok standar yang sama mengenai cara mendidik anak. Sedangkan fenomena negatif yang tak kalah viral di dunia maya juga memberikan sumbang sih standar yang harus kita perlakukan pada anak. Saya memang sangat tertarik pada kehidupan Kirana, makanya panjang sekali saya bahas. Saya memang tidak mungkin menyamakan anak saya kelak dengan Kirana, pun tidak akan pula saya jadikan pembanding. Karena setiap anak punya keistimewaannya masing-masing. Kekaguman saya pada pola asuh yang diterapkan oleh ibu Retnohening rupanya menjadi tantangan tersendiri bagi saya saat nanti menjadi orang tua. Dapatkah saya memberikan yang terbaik pada anak-anak saya kelak?
                          
Tak jarang pula saya geleng-geleng kepala pada cara orang tua generasi milenial dalam menanggapi masukan dari generasi sebelumnya yang dianggap ketinggalan jaman. Di twitter, sering saya temui cuitan-cuitan nyinyir dari selebtwit-selebtwit yang juga merupakan orang tua dari kalangan generasi milenial yang dialamatkan pada mereka yang secara langsung mengomentari cara mereka mendidik anak. Tidak ada yang salah memang. Saya pun juga bagian dari generasi ini. Saya juga masih suka nyinyir sana sini setiap kali menemukan hal yang saya anggap salah atau buruk. Beberapa contoh yang pernah saya temui misalnya kebiasaan menyebut tangan kiri dengan sebutan tangan jelek, sehingga anak-anak dibiasakan untuk menggunakan tangan kanannya dalam beraktivitas seperti makan, mengambil barang, dan lain-lain. Ada yang menyangkalnya dengan marah-marah dan kesal dengan menyebut bahwa semua tangan sama-sama baik. Tidak ada namanya tangan yang jelek. Oke, sampai di sini saya setuju. Namun, bukankah menggunakan tangan kanan untuk makan itu sunnah? Terlebih di daerah saya, kental sekali dengan unggah ungguh atau tata krama bahwa akan jauh lebih sopan bila kita menggunakan tangan kanan dalam berinteraksi dengan orang lain terutama yang lebih tua. Bila tidak suka dengan istilah tangan jelek, sebaiknya menyebutnya dengan istilah lain tanpa perlu ngotot marah-marah. Bukankah beberapa hal yang kita anggap ketinggalan jaman sebenarnya banyak juga yang mengandung nilai-nilai baik. Saya dan suami sepakat tidak akan menutup kemungkinan menerapkan beberapa pola asuh dari orang tua kami masing-masing yang kami anggap masih relevan dengan masa kini. Pun tata krama-tata krama yang mengandung nilai-nilai luhur masih akan kami terapkan sebagai khas keluarga timur. Saya tidak tahu apakah kelak saya bisa bijak dalam menerima kritik atau masukan dari orang tua generasi sebelumnya mengenai cara mendidik anak. Karena tentu saja, akan ada banyak sekali perbedaan pola pikir.

Maraknya video-video bullying pada anak-anak juga menjadi momok tersendiri buat saya sebagai calon orang tua. Saya sering kali menyampaikan keresahan-keresahan saya pada suami mengenai fenomena-fenomena yang sedang viral di dunia maya. Suami saya memang bukan pengguna aktif media sosial, sehingga sering kali sayalah yang lebih banyak mengetahui isu-isu terkini tersebut. Belum lagi banyaknya kasus-kasus kejahatan yang dialami anak-anak di berbagai daerah. Penggunaan gadget yang sudah tidak mengenal usia ini turut menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua untuk mengontrol konten-konten apa saja yang aman untuk anak-anak. Tak sedikit pegiat media sosial dengan banyak pengikut sering kali kurang bertanggung jawab terhadap konten-konten yang mereka unggah. Dan, sayangnya hal-hal negatif yang tidak seharusnya dicontoh tersebut justru menjadi kiblat tersendiri bagi para pengikutnya. Banyak sekali pemakluman dan pergeseran nilai-nilai di sini. Hal-hal yang dulunya dianggap tabu, vulgar, tidak sopan, tidak senonoh atau anggapan buruk lainnya menjadi wajar di era sekarang. Banyak dari kita menjadi geram pada bebalnya anak-anak yang memviralkan konten-konten gaya hidup kebarat-baratan di negara timur dan menganggapnya wajar serta kekinian. Saya mungkin memang masih menjadi bagian generasi milenial yang sedikit kolot terhadap nilai-nilai kesusilaan. Saya merasa bahwa banyak sekali anak-anak muda beken dari media sosial yang kehilangan identitas ketimurannya. Meski ya, banyak juga yang membela atau membenarkan tingkah laku mereka. Like, she/he is just living in the wrong country. Don't disturb them, mind your own life and soon and soon. Budaya menasihati rupanya disamakan dengan terlalu ikut campur urusan orang lain. Meski tentu, ada adab dalam menyampaikan nasihat di media sosial. Saya geram bukan karena saya ingin ikut campur. I don't care every single damn things you do with your life, but if your behaviours influence people in a bad way, it's gonna be my bussines too. It's gonna be other people's bussines too. You have better learned to think first before you go viral. Saya sangat berharap anak-anak muda dengan pola pikir positif semakin vokal speak up di berbagai media supaya mampu mengajak lebih banyak massa untuk terdorong melakukan hal-hal positif. Menjadi logis atau realistis berlebihan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat juga tidak selalu menjadi baik.

Lalu, bagaimana caranya nanti kita menghadapinya sebagai orang tua? Entahlah. Mungkin kita harus lebih banyak menanamkan nilai-nilai agama pada anak sejak dini dan tidak bosan-bosan membaca mengenai parenting. Tidak sungkan berkonsultasi dan berguru pada yang lebih berpengalaman. Selalu berusaha menciptakan suasana rumah yang nyaman bagi anak dan menjadi orang tua yang tidak judgmental serta dapat berperan juga sebagai teman baik anak. Kita yang harus paling tahu mengenai anak-anak kita. Jangan lupa bahwa tugas mendidik anak adalah tanggung jawab dua orang, sehingga kerja sama suami dan istri itu penting sekali. Learning by doing. Semoga saya dan suami dapat menjadi orang tua terbaik bagi anak-anak kami kelak.

Ps: Gambar-gambar diambil dari unsplash.com


0 komentar:

Post a Comment