Menikmati akhir pekan menjadi agenda yang paling ditunggu oleh setiap pekerja. Begitu halnya dengan saya dan suami. Pasalnya setelah menikah, kami harus tinggal terpisah untuk sementara waktu karena urusan pekerjaan. Suami saya tinggal di Waingapu, Nusa Tenggara Timur sementara saya tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sungguh jarak yang tidak dekat. Meski demikian, akhir pekan yang terpisah tidak menyurutkan rencana kami untuk melakukan liburan bersama. Kebetulan sekali, beberapa waktu yang lalu suami mendapat tugas untuk Diklat Lokakarya Penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Desa di Balai Diklat Keuangan Denpasar pada tanggal 13 Maret hingga 15 Maret 2017. Tentu saja suami menawarkan kepada saya untuk menyusulnya jalan-jalan sebelum diklat dimulai.
|
Bandara Juanda, Surabaya |
Saya berangkat ke Denpasar pada hari Sabtu, 11 Maret 2017 dengan penerbangan pukul 08.25 WITA menggunakan maskapai Lion Air dan akan transit satu kali di Surabaya. Saya tiba di Bandara Juanda, Surabaya pada pukul 08.35 WIB. Rasanya seperti hanya terbang selama 10 menit saja karena selisih waktu dengan Surabaya adalah mundur satu jam. Setibanya di sana, saya diingatkan suami untuk lapor terlebih dulu ke bagian transit (
connecting flight) meskipun sudah memegang
boarding pass karena katanya untuk antisipasi seandainya terjadi perubahan gate. Saya transit cukup lama karena penerbangan saya ke Denpasar masih pukul 13.30 WIB. Awalnya saya berencana untuk jalan-jalan sebentar di sekitar bandara, menikmati kota Surabaya. Kebetulan sekali, ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Jawa Timur. Namun akhirnya urung saya lakukan karena takut macet dan malah jadi terburu-buru mengejar jadwal penerbangan.
Saya membeli makan di Bebek Goreng Harissa untuk mengisi perut. Saya tidak memesan bebek dan lebih memilih untuk memesan ayam goreng saja. Rasa ayam gorengnya enak, apalagi bila dimakan bersamaan dengan sambal dan nasi yang masih hangat. Harga makanannya cukup terjangkau untuk ukuran bandara, yaitu sekitar Rp 33.000,00 - Rp 50.000,00 perporsinya.
|
Saya lupa fotonya, kurang lebih begini (google image) |
Pada saat menunggu jadwal penerbangan, saya mendapat pengalaman yang cukup berharga. Saat itu, saya sedang duduk di dekat tulisan Bandara Juanda. Tiba-tiba saja ada seorang anggota TNI menghampiri saya. Beliau tidak sendiri melainkan bersama seorang bapak yang dilihat dari fisiknya sepertinya sudah cukup renta. Terlebih lagi, mohon maaf, kondisi mata bapak-bapak yang bersama beliau tersebut seperti sudah sedikit tidak awas (sedikit terpejam). Personil TNI tersebut bertanya pada saya untuk penerbangan sekitar pukul 12 siang ke Makassar. Ternyata setelah saya beri tahu letak gatenya, personil TNI tersebut bercerita pada saya bahwa bapak-bapak yang bersamanya ini adalah orang asing yang baru saja dijumpainya dalam penerbangan dari Semarang. Beliau berangkat seorang diri dari Semarang menuju Makassar dan belum membeli tiket untuk ke Makassar sama sekali, jadi hanya sampai Surabaya saja. Anggota TNI tersebut akhirnya menolong si bapak tadi dan membelikannya tiket ke Makassar. Katanya, nanti setibanya di Makassar akan ada saudara yang menjemput.
|
Bandara Juanda, sumber: google image |
Saya bersama bapak TNI akhirnya mengantar si bapak tadi masuk ke ruang tunggu gate dan menitipkannya pada petugas bandara. Si bapak tadi langsung mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak TNI yang menolongnya serta memberikan uang tak seberapa sebagai tanda terima kasihnya. Saya sangat tersentuh dengan kebaikan hati bapak TNI tersebut. Belum tentu saat kita berada di posisi beliau, kita dapat melakukan hal yang sama. Bapak TNI tersebut langsung berlalu pergi setelah mengucapkan terima kasih pada saya. Sayang sekali, saya belum sempat mengambil gambar beliau. Namun yang saya ingat, beliau sempat bercerita kepada saya bahwa beliau sudah cukup lama bertugas di Semarang. Semoga bapak senantiasa dalam keadaan sehat ya.
|
Salah satu sudut Bandara Ngurah Rai |
Kita lanjutkan lagi. Saya tiba di Bandara Ngurah Rai, Denpasar pada pukul 15.30 WITA, bersamaan dengan jadwal kedatangan pesawat yang membawa suami saya dari Waingapu. Bandara Ngurah Rai tidak begitu luas sebenarnya, namun sangat tertata rapi dan bersih. Selain itu, terlihat sekali aksen budayanya yang kuat di setiap sisi bandara. Terasa begitu baik untuk menyambut kedatangan turis.
Rencananya kami akan menuju Beachwalk terlebih dahulu untuk membeli tiket bioskop. Kami naik taksi dari
drop zone bandara yang kebetulan lewat sehabis mengantar penumpang. Katanya, naik grab dari bandara tidak diizinkan kecuali jika bisa menyamar sebagai saudara. Di Bali ini ternyata konflik antara transportasi konvensional dengan transportasi
online cukup sering terjadi dan lumayan parah. Setelah tiba di Beachwalk, kami memesan tiket nonton untuk jam 21.00 WITA. Menurut saya, Beachwalk ini mall yang cukup cantik. Terlebih lagi, letaknya tepat di depan Pantai Kuta. Selanjutnya, kami menuju ke hotel dengan berjalan kaki karena lokasinya tidak jauh dari sana.
|
Hotel tampak depan |
Ohya, kami memesan hotel di daerah Jalan Legian, Kuta, yaitu Maxi Hotel and Spa yang lokasinya cukup dekat dengan Monumen Bom Bali I. Hotelnya lumayan bersih dan pelayanannya juga lumayan baik, hanya saja model penerangannya saja yang sedikit redup. Setibanya di hotel, kami langsung disuguhi minuman dingin lalu dibawakannya barang kami ke kamar oleh petugas. Kamar yang kami pesan terbilang luas dengan harga terjangkau.
|
Standard Room |
Kamar mandinya juga tersedia
bath up. Perlengkapan seperti toiletris sangat lengkap (pasta gigi, sikat gigi, sabun, shampo, hingga sisir), sandal hotel, handuk, almari, meja rias, serta tempat untuk menaruh koper dan tas juga tersedia. Hanya saja model kamar mandinya sangat sederhana dengan jemuran handuk biasa, selain itu sering kali lantainya terasa lengket. Hotel ini sepertinya memang termasuk bangunan lama. Menginap di hotel mana pun pasti akan selalu kita temui kekurangannya, terlepas dari reviu para penghuni sebelumnya tentunya. Namun, saya merasa cukup nyaman menginap di sini. Kami juga mendapatkan kupon
short spa gratis untuk 10 menit. Sayangnya tidak sempat kami gunakan.
|
Lobbi Hotel |
Karena tiba terlalu sore, saya dan suami hanya berencana untuk menonton film saja di Beachwalk. Kebetulan saya ingin menonton film Logan yang katanya mengharukan. Kebetulan saya lumayan mengikuti cerita X-Men sejak awal, sehingga merasa penasaran dengan
ending cerita Logan dan Charles Xavier. Sebelum menonton film, saya dan suami membeli makan di Ayam Bakar Wong Solo. Selanjutnya menuju ke Beachwalk menggunakan grab. Film pun berakhir tepat hampir tengah malam. Dua jam lebih menonton Logan cukup menghibur saya dan suami. Kami pun kembali ke penginapan dengan berjalan kaki. Lelah di hari pertama kami tebus dengan beristirahat.
|
Pantai Sindhu |
Keesokan harinya kami berencana untuk mengunjungi Pantai Sindu dan Pantai Sanur yang kebetulan sejalur. Kami menyewa motor untuk sehari dengan harga Rp 70.000,00.
|
Warung Yogya |
Sebelum berangkat, kami membeli sarapan terlebih dahulu di Warung Yogya. Harga makanan di sini lumayan terjangkau dibandingkan dengan restoran lain, yaitu kisaran Rp 25.000,00 perporsi. Hanya saja rasa masakannya biasa saja, bahkan cenderung asin. Mungkin disesuaikan dengan cita rasa setempat.
|
Pantai Sindhu |
Perjalanan ke Pantai Sanur lumayan jauh dan anginnya kencang sekali meskipun di siang hari. Sebaiknya siapkan masker dan jaket agar tidak masuk angin. Setibanya di sana, kami menghibur diri dengan berjalan-jalan mengitari pantai. Area sekitar pantai tidak begitu ramai dengan turis. Hanya terlihat beberapa turis asing saja sedang berjemur di pinggir pantai, sebagiannya lagi berenang di tepian. Suami saya cukup terkesan dengan penginapan-penginapan di sekitar pantai yang didesain dengan sangat cantik. Saya sempat bergurau dengan suami tentang biaya melangsungkan pesta pernikahan di sana. Karena tempatnya cantik sekali dan seperti tidak butuh hiasan tambahan lagi. Di sana terlihat juga ada pasangan yang sedang melakukan sesi pemotretan untuk
prewedding.
|
Pantai Sanur |
Puas mengitari Pantai Sindu dan Pantai Sanur, kami pun beranjak pergi melanjutkan perjalanan. Kali ini saya menemani suami untuk registrasi masuk peserta diklat di Wisma Keuangan, Jalan Hayam Wuruk. Setibanya di sana, kami sedikit kecewa dengan panitia diklat. Pasalnya, nama suami saya tidak tertera dalam daftar peserta, sehingga tidak dapat melakukan registrasi. Padahal sudah jelas sekali dalam surat tugas ada nama suami saya. Setelah kami konfirmasi, ternyata panitianya kurang teliti hingga lupa mencatat. Hal ini dikarenakan ada dua nama Jefri dalam peserta diklat, sehingga terlewat satu. Untung saja akhirnya suami saya dapat melakukan registrasi dan mendapat kamar.
|
Wisma Keuangan, Jalan Hayam Wuruk |
Selesai dengan urusan registrasi, kami berencana kembali ke hotel untuk membersihkan diri sebelum melanjutkan jalan-jalan. Sayangnya, kami sempat terjebak hujan cukup lama. Tidak ingin mengambil resiko, kami memilih untuk berteduh saja. Setibanya di hotel, kami sengaja menunggu usai waktu magrib untuk menunaikan ibadah shalat terlebih dahulu sebelum pergi. Kali ini, kami berencana untuk makan malam di Pantai Jimbaran. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi jika pergi ke Bali, sering kali orang menyempatkan diri menikmati
seafood di Jimbaran.
|
Di Jimbaran, sebelum makanan datang |
Saya pernah membaca di beberapa sumber bahwa harga
seafood di Pantai Jimbaran lebih mahal dibandingkan dengan di Pasar Kedonganan. Berhubung waktu sudah malam, saya dan suami tidak sempat mengeksplor lebih lanjut tentang Pasar Kedonganan tersebut. Kami memutuskan untuk makan malam di Pantai Jimbaran saja. Makanan di sini ternyata dijual perkilo, namun bisa
request juga perekor. Kami memesan 1 kg kepiting, 1 ekor ikan ukuran sedang, dan satu ekor cumi ukuran sedang. Di luar dugaan, ternyata porsinya besar sekali. Pesan makanan di sini sudah termasuk nasi, sayur, dan buah. Harganya lumayan mahal juga jika dibandingkan dengan Pasar Kedonganan. Untuk berdua, kami menghabiskan uang sekitar Rp 500.000,00. Karena tidak habis, kami minta untuk dibungkus pulang. Keuntungan makan di Pantai Jimbaran ini adalah kalian bisa
dinner sambil menikmati suasana pantai dan menghitung pesawat yang
landing di bandara. Hal ini karena letak bandara persis di seberang pantai. Sayangnya kami datang terlalu malam, sehingga penuh pengunjung dan suasananya cukup gelap untuk mengambil gambar. Saran saya, datang saja sore hari maksimal sebelum magrib.
|
Harga makanan di Jimbaran |
Sepulang dari Jimbaran rencananya kami akan mampir ke Krisna untuk membeli oleh-oleh. Berhubung hari sudah sangat larut, kami memutuskan langsung kembali ke hotel saja untuk beristirahat mengingat besuk saya ada penerbangan pagi dan suami harus diklat. Liburan selama sehari semalam di Bali rasanya sangat kurang mengingat banyak tempat wisata mainstream yang gagal kami kunjungi seperti Garuda Wisnhu Kencana, Tanah Lot dan sebagainya. Sedih karena harus berpisah lagi dengan suami untuk beberapa saat. Di kesempatan lain jika suami diklat lagi ke sini, kami akan lebih maksimal lagi mengeksplor Bali. Saya berangkat ke bandara cukup pagi, mengantisipasi macet. Saya naik grab taksi dan sempat diantarkan ke Krisna untuk membeli oleh-oleh terlebih dahulu.
|
Krisna. Sumber: google |
Rincian Biaya di bawah ini.
0 komentar:
Post a Comment