Manusia Goa

Rasa-rasanya ada yang langsung tertohok dengan dimunculkannya judul di atas. Semacam dibidik peluru sniper dari jarak kejauhan hingga mendarat tepat pada organ berdenyut di dada. Mati gaya. Tak berkutik. Tak bisa berkilah. No excuse for this. Ya, rasanya mungkin kayak jleb langsung ke ulu hati ketika judul itu yang dipilih. Siapalah itu yang malang tersindir. Ambil cermin, dan tanpa sadar... ternyata orang yang merasa menjadi objek sasaran judul itu adalah aku sendiri. Si penulis. Aku diserang dengan tulisanku sendiri. Tidak, aku menyerang diriku sendiri dengan tulisanku. Mungkin kali ini aku memang sedang sengaja menghujat diri sendiri dengan sebutan primitif tersebut. Entah. Mungkin demikian. Seburuk itukah?

Mendengar banyak teman-teman sebaya atau bahkan adik angkatan banyak yang sudah hebat-hebat dalam bidangnya masing-masing, berkontribusi dalam masyarakat, menelurkan karya-karya bagus, menyabet berbagai penghargaan atas prestasi mereka, membawa nama baik diri, keluarga, agama, nusa, dan bangsa, dan lain sebagainya, rasanya selain ikut bangga juga semacam kayak disulap jadi kepompong. Mlongo, gak tahu apa-apa, gak bisa apa-apa, gak ada kebanggaan apa-apa pada diri sendiri, gak tau musti ngapain. Kosong. Gak ada ide how to behave. Mau latah ikut-ikutan mereka? Tapi ambil langkah yang mana? Emang bisa apa? Retoris. Entah bagaimana dan kapan bisa menjawab semua tanda tanya besar dalam otak di kepalaku sendiri.

0 komentar:

Post a Comment