I Should Stop This Insanity

Malam ini rasanya aku pengen berkontempelasi tak berkesudahan. Melihat berbagai hal yang terjadi belakangan ini dalam hidupku, ku rasa aku benar-benar perlu media untuk sekadar menumpahkan perasaan yang kini sedang carut marut di kepalaku. Iya, sekacau itu. Aku tak tahu harus memulainya darimana. Terkadang aku bertanya, apakah seseorang yang telah berkeluarga, memiliki seorang anak yang sehat dan lucu serta suami yang sangat sabar dan pengertian, bahkan telah memiliki pekerjaan yang cukup baik, bisa merasakan yang namanya quarter life crisis? If it is possible, then count me in

Untuk gambarannya, coba kamu bayangkan seseorang yang kamu kenal sangat ambisius, used to be either studyholic or workholic tiba-tiba kayak orang yang lost hope. Hilang motivasinya, bahkan untuk mengerjakan sesuatu yang disukaipun seperti sudah tak lagi tersisa semangatnya. Coba  kamu bayangkan rasanya setiap hari kamu nggak tahu harus ngapain. Cuma mikir tapi nggak pernah benar-benar melakukan sesuatu. Separah itukah? Entahlah, ku rasa demikian yang terjadi. Semua bermula sejak entah kapan bahkan aku sendiri sudah mulai tak peduli. 

Media sosial menambah beban pikiranku yang sudah sekacau ini kian menjadi. I'm lost each day. Dunno what to do. Dunno what's going on here in my mind. Aku pikir aku hanya sedang lelah saja. Tapi tidak, orang lelah hanya butuh istirahat saja. She will get her energy back after a while. Kondisi yang terjadi padaku tidak demikian ternyata. Pikiran-pikiran yang membuat semangatku pudar itu menghantui pikiranku terus-menerus, bahkan saat aku sedang tertawa sekalipun. Aku seakan tak punya tempat untuk lari. Tapi lari dari apa aku juga tak tahu. Aku mencoba memberi opsi solusi untuk diriku sendiri. Tapi selalu berakhir dengan tak ada opsi yang mampu membuatku kembali 'hidup'. Hidupku seperti sedang kosong. Tidak, mungkin bukan hidupku, tapi perasaanku. Aku kehilangan minat pada mimpi-mimpi yang sudah susah payah ku tata. Aku mengenal diriku sendiri sebagai orang yang tak mau menyerah ketika sudah menentukan tujuan. Aku mungkin gagal, tapi selanjutnya aku tak pernah berhenti pada posisi gagal itu sendiri. Aku selalu berusaha menemukan jalan kembali. But, now it's hard. As if I'm trapped and there's no way back. 

Mendekati tahun ke-26 aku hidup, aku merasa terlalu dini mengatakan bahwa aku gagal meraih mimpi-mimpi lamaku. Tapi berkaca pada apa yang akhir-akhir ini aku jalani, aku alami, dan aku pikirkan, rasanya menyebut mimpi saja sudah tak berminat lagi. Apa itu mimpi? Berdamai dengan diri sendiri saja aku tak bisa. 

Call me I'm not grateful. Ini bukan tentang bersyukur atau tidak. Bukan tentang sebaiknya membandingkan diri sendiri dengan orang-orang lain yang jauh tidak beruntung. Enggak. Kalau hanya tentang itu, maka aku tak perlu membahasnya sepanjang ini. Baby blues kah aku? Entah. Ku tak peduli.


Tahun lalu, aku membuat resolusi-resolusi besar dalam tahun-tahun awal peranku sebagai orang tua. Aku tata begini begitu dengan memperhitungkan kemampuanku. Aku cukup tahu diri setiap kali memberi target pada diri sendiri. Tidak pernah berlebihan dan tidak mengada-ada. Pelan tapi pasti, satu persatu resolusi itu berhasil ku wujudkan. Hingga suatu waktu, aku mendapat satu kesempatan besar untuk mewujudkan salah satu resolusi sulit yang ku buat itu. Iya, hampir saja ku check list berhasil. Tapi semua tak berlanjut terjadi karena akhirnya ada hal-hal yang menarikku mundur. Hal-hal yang ku sesali mengapa terlalu menggangguku dalam mengambil keputusan itu. Yang seharusnya tinggal ku ambil langkah maju saja dan semua tersudahi.  Aku terus saja mengatakan bodoh pada diriku sendiri mengapa untuk mengambil keputusan semudah itu saja tidak sanggup? Selesai dengan kebodohanku yang satu itu, aku coba mengalihkan resolusi itu pada hal lain yang mungkin akan setara. Dan, lagi-lagi karena suatu hal yang sangat remeh, aku gagal lagi memenuhinya. Apa hanya berhenti sampai di sana? Oh tidak. Ada satu lagi yang begitu menggangguku selama beberapa tahun belakangan. Aku pikir aku akan mendapatkan jawaban solusi itu di tahun ini. Iya, memang benar. Kesempatan terbesar itu ada di depan mata. Jelas dan terang benderang. Jika saja aku tidak menggunakan anakku sebagai sebuah excuse, tetap berusaha sebagaimana orang-orang lain melakukannya. Berhenti mengeluh begini begitu dan mulai mempersiapkan segalanya dengan baik. Mungkin tidak akan begini jadinya. Dari semua rentetan-rentetan kejadian itu, kesemuanya kini seakan menghantam kepalaku. Aku berpikir terlalu sempit kala itu. Di tempat yang jauh darimana-mana ini, aku memakai semua mimpiku itu untuk lari dari tempat ini. Aku seperti lupa bahwa itu semua mimpiku. Sesuatu yang seharusnya ku kejar dengan senang hati bukan dengan beban. Sayang sekali, aku lupa dengan komitmenku sendiri. Aku membuang kesempatan itu begitu saja. Begitu saja, ku ulangi lagi. Perih sekali rasanya mengingat hari-hari dimana aku menunggu tahun ini terjadi. Kini, aku sendiri yang merusaknya. Tahun segera berakhir dan aku tidak mendapatkan diriku menemukan cara untuk menggantikan kegagalan-kegagalan itu. Aku masih tak  tahu apakah waktunya cukup. Sementara itu,  yang terjadi justru, aku kehilangan motivasiku dalam segala hal. Aku kesulitan menerjemahkan rasa bahagiaku di tempat ini. Aku muak dengan diriku sendiri. Lalu, di bagian mana aku bisa berharap pada diriku untuk mencapai semua yang sudah ku tata dengan rapi di awal waktu? Rumput yang bergoyang saja tak lagi bisa menjadi pilihan. Baby blues sepertinya? I don't know. Ku pikir itu hanya salah satu sebab kecil saja. 

Beberapa waktu yang lalu, sedikit harapan untuk menolongku sedikit keluar dari lingkaran keputusasaan itu hadir. Kecil sekali namun ku rasa bisa sedikit membantuku. Namun apa yang terjadi? Harapan itu bukan tempatku. Ya, aku tidak mendapatkan kesempatan yang bahkan seharusnya mudah saja ku dapatkan. Aku kalah dengan birokrasi. Dampaknya? Kekacauan pikiranku kian menjadi. Aku seperti seonggok daging yang diberi nyawa yang tergeletak begitu saja di sebuah ruangan sempit tanpa ventilasi. Aku pasrah dan benci sekali menggambarkannya. Aku menulis ini dengan sangat kesal entah pada apa. Mungkin pada diriku sendiri. Tulisan ini mungkin akan ku edit beberapa waktu lagi saat aku sudah mulai sedikit waras. Ku sudahi di sini dulu demi melihat tumpukan setrikaan yang tak pernah abis, tumpukan piring-piring kotor yang menunggu untuk diberesi, dengkuran damai bayi yang saja pulas tertidur, dan riuhnya suara perut yang minta diisi. Aku tak sekuat itu ternyata. Aku mencoba bertahan. Meski membayangkan sebulan ke depan saja aku tak sanggup. Dengan kondisi mood ku yang sedang sangat kacau ini seakan-akan aku punya hak menyalahkan siapapun atas apa yang ku alami.


For the sake of my sanity, please stop overthinking, brain.





1 comment:

  1. Casino Roll
    It's 1 1 토토 no secret that slot machines 바카라 사이트 총판 have been 일본야구 분석 사이트 a hot commodity for gaming players for decades, and 카카오 스포츠 a Las Vegas-based casino operator recently launched a new slot Aug 24, 2021 · 외국 라이브 Uploaded by Casino Roll

    ReplyDelete